Senin, 13 Februari 2012

Perbedaan Asuransi Islami dengan Asuransi Konvensional

Bahaya, kerusakan dan kerugian adalah kenyataan yang harus dihadapi manusia di dunia ini. Sehingga kemungkinan terjadi resiko dalam kehidupan, khususnya kehidupan ekonomi sangat besar. Tentu saja ini membutuhkan persiapan sejumlah dana tertentu sejak dini.
Oleh karena itu banyak orang mengambil cara dan sistem untuk dapat menghindari resiko kerugian dan bahaya tersebut. Diantaranya dengan asuransi yang merupakan sebuah sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan resiko kehilangan dari seseorang atau badan ke lainnya.
Sistem ini sudah berkembang luas dinegara Indonesia secara khusus dan dunia secara umumnya. Sehingga memerlukan penjelasan permasalahan ini dalam tinjauan syari’at islam.

Asuransi Secara Umum
Kata asuransi ini dalam bahasa inggris disebut Insurance dan dalam bahasa prancis disebut Assurance. Sedangkan dalam bahasa arab disebut at-Ta’mien. Asuransi ini didefinisikan dalam kamus umum bahasa Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan membayar uang kepada pihak yang lain, bila terjadi kecelakaan dan sebagainya, sedang pihak yang lain itu akan membayar iuran. [1]

Demikian juga telah didefinisikan dalam perundang-undangan negara Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. [2]

Sedangkan sebagian ulama syari’at dan ahli fikih memberikan definisi yang beragam, diantaranya:

1. Pendapat pertama, asuransi adalah perjanjian jaminan dari fihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin atau ganti barang yang lain, kepada fihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi musibah atau kepastian bahaya, yang dijelaskan dengan perjanjian, hal itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan. [3]

2. Pendapat kedua, asuransi adalah perjanjian yang mengikat diri penanggung sesuai tuntutan perjanjian untuk membayar kepada pihak tertanggung atau nasabah yang memberikan syarat tanggungan untuk kemaslahatannya sejumlah uang atau upah rutin atau ganti harta lainnya pada waktu terjadinya musibah atau terwujudnya resiko yang telah dijelaskan dalam perjanjian. Hal tersebut diberikan sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan tertanggung kepada penanggung (pihak asuransi). [4]

3. Pendapat ketiga, asuransi adalah pengikatan diri pihak pertama kepada pihak kedua dengan memberikan ganti berupa uang yang diserahkan kepada pihak kedua atau orang yang ditunjuknya ketika terjadi resiko kerugian yang telah dijelaskan dalam akad. Itu sebagai imbalan dari yang diserahkan pihak kedua berupa sejumlah uang tertentu dalam bentuk angsuran atau yang lainnya. [5]

Dari definisi yang beraneka ragam tersebut terdapat kata sepakat dalam beberapa hal berikut ini:
  • Adanya ijab dan qabul dari pihak penanggung (al-Mu’ammin) dan tertanggung (al-Mu’ammin Lahu).
  • Adanya obyek yang menjadi arahan asuransi.
  • Tertanggung menyerahkan kepada penanggung (pengelola asuransi) sejumlah uang baik dengan tunai atau angsuran sesuai kesepakatan kedua belah pihak, yang dinamakan premi.
  • Penanggung memberikan ganti kerugian kepada tertanggung apabila terjadi kerusakan seluruhnya atau sebagiannya. Inilah asuransi yang umumnya berlaku dan ini dinamakan asuransi konvensional (al-Ta’mien al-Tijaari) yang dilarang mayoritas ulama dan peneliti masalah kontemporer dewasa ini. Juga menjadi ketetapan majlis Hai’ah kibar Ulama (majlis ulama besar Saudi Arabia) no. 55 tanggal 4/4/1397 H dan ketetapan no 9 dari Majlis Majma’ al-Fiqh dibawah Munazhomah al-Mu’tamar al-Islami (OKI). [6]

Demikian juga diharamkan dalam keputusan al-Mu’tamar al-’Alami al-Awal lil Iqtishad al-Islami di Makkah tahun 1396H. [7]

Kemudian para ulama memberikan solusi dalam masalah ini dengan merumuskan satu jenis asuransi syari’at yang didasarkan kepada akad tabarru’at [8] yang dinamakan at-Ta’mien at-Ta’awuni (asuransi ta’awun) atau at-Ta’mien at-Tabaaduli.

Pengertian Asuransi Ta’awun (at-Ta’mien at-Ta’awuni)
Para ulama kontemporer mendefinisikan at-Ta’mien at-Ta’awuni dengan beberapa definisi, diantaranya:
1. Pendapat pertama, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki resiko bahaya tertentu. Hal itu dengan cara mereka mengumpulkan sejumlah uang secara berserikat. Sejumlah uang ini dikhususkan untuk mengganti kerugian yang sepantasnya kepada orang yang tertimpa kerugian diantara mereka. Apabila premi yang terkumpulkan tidak cukup untuk itu, maka anggota diminta mengumpulkan tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut. Apabila lebih dari yang dikeluarkan dari ganti rugi tersebut maka setiap anggota berhak meminta kembali kelebihan tersebut. Setiap anggota dari asuransi ini adalah penanggung dan tertanggung sekaligus. Asuransi ini dikelola oleh sebagian anggotanya. Akan jelas gambaran jenis asuransi ini adalah seperti bentuk usaha kerjasama dan solidaritas yang tidak bertujuan mencari keuntungan (bisnis) dan tujuannya hanyalah mengganti kerugian yang menimpa sebagian anggotanya dengan kesepakatan mereka membaginya diantara mereka sesuai dengan tata cara yang dijelaskan. [9]

2. Pendapat kedua, asuransi ta’awun adalah kerjasama sejumlah orang yang memiliki kesamaan resiko bahaya tertentu untuk mengganti kerugian yang menimpa salah seorang dari mereka dengan cara mengumpulkan sejumlah uang untuk kemudian menunaikan ganti rugi ketika terjadi resiko bahaya yang sudah ditetapkan. [10]

3. Pendapat ketiga, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya sejumlah orang membuat shunduq (tempat mengumpulkan dana) yang mereka danai dengan angsuran tertentu yang dibayar setiap dari mereka. Setiap mereka mengambil dari shunduq tersebut bagian tertentu apabila tertimpa kerugian (bahaya) tertentu.

4. Pendapat keempat, asuransi ta’awun adalah berkumpulnya sejumlah orang yang menanggung resiko bahaya serupa dan setiap mereka memiliki bagian tertentu yang dikhususkan untuk menunaikan ganti rugi yang pantas bagi yang terkena bahaya. Apabila bagian yang terkumpul (secara syarikat) tersebut melebihi yang harus dikeluarkan sebagai ganti rugi maka anggota memiliki hak untuk meminta kembali. Apabila kurang maka para anggota diminta untuk membayar iuran tambahan untuk menutupi kekurangannya atau dikurangi ganti rugi yang seharusnya sesuai ketidak mampuan tersebut. Anggota asuransi ta’awun ini tidak berusaha merealisasikan keuntungan namun hanya berusaha mengurangi kerugian yang dihadapi sebagian anggotanya, sehingga mereka melakukan akad transaksi untuk saling membantu menanggung musibah yang menimpa sebagian mereka. [11]

Sehingga dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa asuransi ta’awun adalah bergeraknya sejumlah orang yang masing-masing sepakat untuk mengganti kerugian yang menimpa salah seorang dari mereka sebagai akibat resiko bahaya tertentu dan itu diambil dari kumpulan iuran yang setiap dari mereka telah bersepakat membayarnya. Ini adalah akad tabarru’ yang bertujuan saling membantu dan tidak bertujuan perniagaan dan cari keuntungan. Sebagaimana juga akad ini tidak terkandung riba, spekulasi terlarang, gharar dan perjudian. (tentang gharar, baca juga artikel Mengenal Jual-Beli Gharar)

Gambaran paling gampangnya adalah misalnya ada satu keluarga atau sejumlah orang membuat shunduq lalu mereka menyerahkan sejumlah uang yang nantinya dari kumpulan uang tersebut digunakan untuk ganti rugi kepada anggotanya yang mendapatkan musibah (bahaya). Apabila uang yang terkumpul tersebut tidak menutupinya, maka mereka menutupi kekurangannya. Apabila berlebih setelah penunaian ganti rugi tersebut maka dikembalikan kepada mereka atau dijadikan modal untuk masa yang akan datang. Hal ini mungkin dapat diperluas menjadi satu lembaga atau yayasan yang memiliki petugas yang khusus mengelolanya untuk mendapatkan dan menyimpan uang-uang tersebut serta mengeluarkannya. Lembaga ini boleh juga memiliki pengelola yang merencanakan rencana kerja dan managementnya. Semua pekerja dan petugas berikut pengelolanya mendapatkan gaji tertentu atau mereka melakukannya dengan sukarela. Namun semua harus dibangun untuk tidak cari keuntungan (bisnis) dan seluruh sisinya bertujuan untuk ta’awun (saling tolong menolong). [12]

Dari sini dapat dijelaskan karekteristik asuransi ta’awun sebagai berikut:
  • Tujuan dari asuransi ta’awun adalah murni takaful dan ta’awun (saling tolong menolong) dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan musibah.
  • Akad asuransi ta’awun adalah akad tabarru’. Hal ini tampak tergambarkan dalam hubungan antara nasabah (anggotanya), dimana bila kurang mereka menambah dan bila lebih mereka punya hak minta dikembalikan sisanya.
  • Dasar fikroh asuransi ta’awun ditegakkan pada pembagian kerugian bahaya tertentu atas sejumlah orang, dimana setiap orang memberikan saham dalam membantu menutupi kerugian tersebut diantara mereka. Sehingga orang yang ikut serta dalam asuransi ini saling bertukar dalam menanggung resiko bahaya diantara mereka.
  • Pada umumnya asuransi ta’awun ini berkembang pada kelompok yang punya ikatan khusus dan telah lama, seperti kekerabatan atau satu pekerjaan (profesi).
  • Penggantian ganti rugi atas resiko bahaya yang ada diambil dari yang ada di shunduq (simpanan) asuransi, apabila tidak mencukupi maka terkadang diminta tambahan dari anggota atau mencukupkan dengan menutupi sebagian kerugian saja. [13]


Perbedaan Antara Asuransi Ta’awun dan Konvensional. [14]
Dari karekteristik diatas dan definisi yang disampaikan para ulama kontemporer tentang asuransi ta’awun dapat dijelaskan perbedaan antara asuransi ini dengan yang konvensional. Diantaranya:

1. Asuransi ta’awun termasuk akad tabarru yang bermaksud murni takaful dan ta’awun (saling tolong menolong) dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat hibah (tabarru’). Berbeda dengan asuransi konvensional yang bermaksud mencari keuntungan berdasarkan akad al-Mu’awwadhoh al-Ihtimaliyah (bisnis oriented yang berspekulasi yang dalam bahasa Prancis contrats aleatoirs).

2. Penggantian ganti rugi atas resiko bahaya dalam asuransi ta’awun diambil dari jumlah premi yang ada di shunduq (simpanan) asuransi. Apabila tidak mencukupi maka adakalanya minta tambahan dari anggota atau mencukupkan dengan menutupi sebagian kerugian saja. Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh kerugian yang ada bila anggota tidak sepakat menutupi seluruhnya. Berbeda dengan asuransi konvensional yang mengikat diri untuk menutupi seluruh kerugian yang ada (sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi asuransi yang dibayar tertanggung. Hal ini menyebabkan perusahaan asuransi mengikat diri untuk menanggung semua resiko sendiri tanpa adanya bantuan dari nasabah lainnya. Oleh karena itu tujuan akadnya adalah cari keuntungan, namun keuntungannya tidak bias untuk kedua belah pihak. Bahkan apabila perusahaan asuransi tersebut untung maka nasabah (tertanggung) merugi dan bila nasabah (tertanggung) untung maka perusahaan tersebut merugi. Dan ini merupakan memakan harta dengan batil karena berisi keuntungan satu pihak diatas kerugian pihak yang lainnya.

3. Dalam asuransi konvensional bisa jadi perusahaan asuransi tidak mampu membayar ganti rugi kepada nasabahnya apabila melewati batas ukuran yang telah ditetapkan perusahaan untuk dirinya. Sedangkan dalam asuransi ta’awun, seluruh nasabah tolong menolong dalam menunaikan ganti rugi yang harus dikeluarkan dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan yang ada dari peran para anggotanya.

4. Asuransi ta’awun tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan dari selisih premi yang dibayar dari ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila ada selisih (sisa) dari pembayaran klaim maka dikembalikan kepada anggota (tertanggung). Sedangkan sisa dalam perusahaan asuransi konvensional dimiliki perusahaan.

5. Penanggung (al-Mu’ammin) dalam asuransi ta’awun adalah tertanggung (al-Mu’ammin Lahu) sendiri. Sedangkan dalam asuransi konvensional, penanggung (al-Mu’ammin) adalah pihak luar.

6. Premi yang dibayarkan tertanggung dalam asuransi ta’awun digunakan untuk kebaikan mereka seluruhnya. Karena tujuannya tidak untuk berbisnis dengan usaha tersebut, namun dimaksudkan untuk menutupi ganti kerugian dan biaya operasinal perusahaan saja Sedangkan dalam system konvensional premi tersebut digunakan untuk kemaslahatan perusahaan dan keuntungannya semata Karena tujuannya adalah berbisnis dengan usaha asuransi tersenut untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pembayaran premi para nasabahnya.

7. Asuransi ta’awun bebas dari riba, spekulasi dan perjudian serta gharar yang terlarang. Sedangkan asuransi konvensional tidak lepas dari hal-hal tersebut.

8. Dalam asuransi ta’awun, hubungan antara nasabah dengan perusahaan asuransi ta’awun ada pada asas berikut ini:

a. Pengelola perusahaan melaksanakan managemen operasional asuransi berupa menyiapkan surat tanda keanggotaan (watsiqah), mengumpulkan premi, mengeluarkan klaim (ganti rugi) dan selainnya dari pengelolaannya dengan mendapatkan gaji tertentu yang jelas. Itu karena mereka menjadi pengelola operasional asuransi dan ditulis secara jelas jumlah fee (gaji) tersebut.

b. Pengelola perusahaan melakukan pengembangan modal yang ada untuk mendapatkan izin membentuk perusahaan dan juga memiliki kebolehan mengembangkan harta asuransi yang diserahkan para nasabahnya. Dengan ketentuan mereka berhak mendapatkan bagian keuntungan dari pengembangan harta asuransi sebagai mudhoorib (pengelola pengembangan modal dengan mudhorabah).

c. Perusahaan memiliki dua hitungan yang terpisah. Pertama untuk pengembangan modal perusahaan dan kedua hitungan harta asuransi dan sisa harta asuransi murni milik nasabah (pembayar premi).

d. Pengelola perusahaan bertanggung jawab apa yang menjadi tanggung jawab al-Mudhoorib dari aktivitas pengelolaan yang berhubungan dengan pengembangan modal sebagai imbalan bagian keuntungan mudhorabah, sebagaimana juga bertanggung jawab pada semua pengeluaran kantor asuransi sebagai imbalan fee (gaji) pengelolaan yang menjadi hak mereka. [15]

Sedangkan hubungan antara nasabah dengan perusahan asuransi dalam asuransi konvensional adalah semua premi yang dibayar nasabah (tertanggung) menjadi harta milik perusahaan yang dicampur dengan modal perusahaan sebagai imbalan pembayaran klaim asuransi. Sehingga tidak ada dua hitungan yang terpisah.

1. Nasabah dalam perusahaan asuransi ta’awun dianggap anggota syarikat yang memiliki hak terhadap keuntungan yang dihasilkan dari usaha pengembangan modal mereka. Sedangkan dalam asuransi konvensional, para nasabah tidak dianggap syarikat, sehingga tidak berhak sama sekali dari keuntungan pengembangan modal mereka bahkan perusahan sendirilah yang mengambil seluruh keuntungan yang ada.

2. Perusahaan asuransi ta’awun tidak mengembangkan hartanya pada hal-hal yang diharamkan. Sedangkan asuransi konvensional tidak memperdulikan hal dan haram dalam pengembangan hartanya.

Demikianlah beberapa perbedaan yang ada. Mudah-mudahan semakin memperjelas permasalahan asuransi ta’awun ini. Wabillahittaufiq.

Referensi:
  1. Abhats Hai’at Kibar Ulama, disusun oleh Komite tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa (al-Lajnah ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta)
  2. Al-’Uquud Al-Maaliyah Al-Murakkabah, Dirasat fiqhiyah ta’shiliyah wa tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani, cetakan pertama tahun 2006M, Dar Kunuuz Isybiliyaa, KSA
  3. al-Fiqhu al-Muyassarah, Qismu al-Mu’amalat Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prof. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama tahun 1425H, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA
  4. Fiqhu an-Nawaazil, Dirasah Ta’shiliyah Tathbiqiyat, DR. Muhammad bin Husein al-Jiezaani, cetakan pertama tahun 1426H, dar Ibnu al-Juazi.
  5. Makalah DR. Kholid bin Ibrohim al-Du’aijii berjudul Ru’yat Syar’iyah fi Syarikat al-Ta’miin al Ta’aawuniyah Hal 2. (lihat aldoijy@awalnet.net.sa atau www.saaid.net)


Footnotes:
[1] Kamus Umum Bahasa Indonesia, susunan W.J.S Purwodarminto, cetakan ke-8 tahun 1984, Balai Pustaka, hal 63.
[2] Lihat Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian.
[3] Lihat pembahasan tentang asuransi oleh Ustadz Muslim Atsary pada artikel Menyoal Asuransi Dalam Islam
[4] Abhats Hai’at Kibar Ulama, disusun oleh Komite tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa (al-Lajnah ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta) Saudi Arabiya, 4/36.
[5] At-Ta’mien wa Ahkamuhu oleh al-Tsanayaan hal 40, dinukil dari kitab Al-’Uquud Al-Maaliyah Al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta’shiliyah Wa Tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani, cetakan pertama tahun 2006M, Dar Kunuuz Isybiliyaa, KSA hal. 288.
[6] Lihat al-Fiqhu al-Muyassarah, Qismu al-Mu’amalat Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prof. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama tahun 1425H, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA hal. 255.
[7] Fiqhu an-Nawaazil, Dirasah Ta’shiliyah Tathbiqiyat, DR. Muhammad bin Husein al-Jiezaani, cetakan pertama tahun 1426H, dar Ibnu al-Juazi, 3/267.
[8] Akad Tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial, lihat Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
[9] Abhats Hai’at Kibar Ulama, disusun oleh Komite tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa (al-Lajnahu ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta) Saudi Arabiya, 4/38.
[10] Nidzom at-Ta’mien, Musthofa al-Zarqa’ hal. 42 dinukil dari kitab al-’Uquud al-Maaliyah al-Murakkabah, Dirasat fiqhiyah ta’shiliyah wa tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani hal. 289.
[11] Al-Ghoror wa Atsaruhu fi al-’Uquud, DR. al-Dhoriir, cetakan kedua dari Mathbu’aat Majmu’ah Dalah al-Barokah, hlm 638 dinukil dari Makalah DR. Kholid bin Ibrohim al-Du’aijii berjudul Ru’yat Syar’iyah fi Syarikat al-Ta’miin al Ta’aawuniyah Hal 2. (lihat aldoijy@awalnet.net.sa atau www.saaid.net )
[12] Lihat tentang hal ini dalam pembahasan at-Ta’mien at-Ta’awuni al-Murakkab dalam kitab al-’Uquud al-Maaliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani hal. 291-311.
[13] Kelima karekteristik ini diambil dari kitab al-’Uquud al-Maaliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani hal 290-291
[14] kami ringkas dari dua sumber yaitu Makalah DR. Kholid bin Ibrohim al-Du’aijii berjudul Ru’yat Syar’iyah fi Syarikat al-Ta’miin al Ta’aawuniyah Hal 2-3 dan al-’Uquud al-Maaliyah al-Murakkabah, Dirasat Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyat, DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdillah al-’Imraani hal 290-291 serta al-Fiqhu al-Muyassarah, Qismu al-Mu’amalat Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prof. DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alumusa hlm 255-256
[15] Sebagaimana menjadi hasil keputusan dari Nadwah (Simposium) al-Barkah ke 12 untuk ekonomi islam, ketetapan dan anjuran Nadwah al-Barkah lil Iqtishad al-Islami hal. 212.

***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ekonomisyariat.com

Karakteristik Bank Syariah

Sudah dimaklumi bahwa bank konvensional ribawi berkembang bersama datangnya para kolonial. Kesamaan masa antara pendudukan kolonial dengan berdirinya bank-bank ini di masyarakat Islam membenarkan pendapat bahwa bank-bank tersebut dibangun dengan sengaja agar membantu penjajahan dengan menguasai perekonomiannya. Juga agar tertanam dihati masyarakat adanya ketidak sesuaian antara yang mereka yakini tentang pengharaman riba dengan realita yang mereka geluti yang tidak lepas dari riba. Demikian juga dibangun untuk menancapkan benih-benih keraguan tentang benar dan cocoknya syari’at Islam di masa-masa kiwari ini.

Namun Allah Ta’ala telah menjamin kebenaran syari’at-Nya dan memudahkan orang untuk berfikir ulang bahaya riba yang telah menimpa umat manusia dewasa ini. Akhirnya banyak orang yang berfikir untuk membangun bank-bank yang dibangun diatas sistem syari’at Islam. Tentu saja tantangannya cukup berat karena harus meyakinkan masyarakat bahwa bank tersebut dapat menjadi solusi pengganti bank-bank ribawi. Karena itu perbankan syari’at harus mampu menunaikan hal-hal berikut ini:

  1. Bank syari’at harus mampu menunaikan semua fungsi yang telah dilakukan bank-bank ribawi berupa pembiayaan (Financing), memperlancar dan mempermudah urusan muamalaat, menarik dana-dana tabungan masyarakat, kliring dan transfer, masalah moneter dan sejenisnya dari praktek-praktek perbankan lainnya.
  2. Bank syari’at harus komitmen dengan hukum-hukum syari’at disertai kemampuan menunaikan tuntutan zaman dari sisi pengembangan ekonomi dalam semua aspeknya.
  3. Bank syari’at harus komitmen dengan asas dan prinsip dasar ekonomi yang benar yang sesuai dengan ideologi dan kaedah syari’at Islam dan jangan sekedar menggunakan dasar-dasar teori ekonomi umum keuangan yang tentunya dibangun diatas dasar mu’amalah ribawiyah.

Tiga perkara ini harus ditunaikan bank syari’at agar dapat berjalan seiring perkembangan zaman dengan semua fenomena dan problema kontemporernya.

Karekteristik Bank Syari’at
Lembaga keuangan syari’at memiliki karekteristik yang membedakannya dari bank-bank ribawi, diantaranya adalah:

  1. Lembaga keuangan syariat harus bersih dari semua bentuk riba dan mu’amalah yang dilarangan syari’at. Ini menjadi jorgan dan syiar utamanya. Tanpa ini satu lembaga keuangan tidak boleh dinamakan lembaga keuangan syari’at. DR. Ghorib al-Gamal menyatakan: “Karekteristik bersih dari riba dalam muamalat perbankan syari’at adalah karekteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring dengan tetanan yang benar untuk masyarakat Islami. (Lembaga keuangan syari’at) harus mewarnai seluruh aktifitasnya dengan ruh yang kokoh dan motivasi akidah yang menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktifitas yang mereka geluti tidak sekdar aktifitas bertujuan merealisasikan keuntungan semata, namun perlu ditambahkan bahwa itu adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan persiapan menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang menyelisihi norma dasar Islam. Diatas itu semua para praktisi hendaknya merasa bahwa aktifitasnya tersebut adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan.”
    (Lihat Kitab Al-Mashorif Wa Buyut at-Tamwiel al-Islamiyah, DR. Gharib al-Jamal hal 47)

  2. Mengarahkan segala kemampuan pada pertambahan (at-Tanmiyah) dengan jalan its-titsmar (pengembangan modal) tidak dengan jalan hutang (al-Qardh) yang memberi keuntungan. Lembaga keuangan syari’at harus dapat mengelola hartanya dengan salah satu dari dua hal berikut yang telah diakui syari’at:
    1. Investasi Pengembangan modal langsung (al-Its-titsmar al-Mubaasyir) dalam pengertian Bank melakukan sendiri pengelolaan harta perniagaan dalam proyek-proyek riil yang menguntungkan.
    2. Investasi modal dengan musyarakah dalam pengertian Bank menanam saham dalam modal sector riil yang menjadikan bank syari’at tersebut sebagai syariek (sekutu) dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi, menegemen dan pengawasannya serta menjadi syariek juga dalam semua yang dihasilkan proyek tersebut baik berupa keuntungan atau kerugian dalam prosentase yang telah disepakati diantara para syariek.
    Karena bank syari’at dibangun diatas asas dan prinsip Islam, maka seluruh aktifitas mereka tunduk kepada standar halal dan haram yang telah ditentukan syari’at Islam. Hal ini menuntut lembaga keuangan berbuat beberapa hal berikut:
    1. Mengarahkan pengembangan modalnya (investment) dan memusatkannya pada lingkaran produk barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan umum kaum muslimin.
    2. Menjaga jangan sampai produknya terjerumus dalam lingkaran haram.
    3. Menjaga setiap tahapan-tahapan produknya tetap berada dalam lingkaran halal.
    4. Menjaga setiap sebab produknya (sistem operasi dan sejenisnya) bersesuaian dalam lingkaran halal.
    5. Memutuskan dasar kebutuhan masyarakat dan maslahat umum sebelum melihat kepada profit yang akan didapat individunya.

    [Lihat Kitab Mi'at Su'al wa Mi'at Jawaab Haula al-Bunuk al-Islamiyah hal. 45-46]

  3. Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Lembaga keuangan syari’at tidak hanya sekedar mengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan social semata, namun harus menganggap pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas yang tidaklah pengembangan ekonomi memberikan hasilnya tanpa memperhatikan hal ini. Dengan demikian bank syari’at harus menutupi dua sisi ini dan komitmen terhadap perbaikan masyarakat dan keadilannya. Tidak mengarah seperti bank ribawi yang mengarah kepada proyek-proyek yang memiliki prospek dan menjanjika keuntungan yang lebih banyaj tanpa memperhatikan perkara pertumbuhan sosial kemasyarakatan, karena hal itu adalah kekurangan yang memiliki akibat bahaya dalam masyarakat.

  4. Mengumpulkan harta yang menganggur dan menyerahkannya kepada aktivitas its-titsmaar dan pengelolaan dengan target pembiayaan (tamwiel) proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian, karena kaum muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawiberharap adanya bank syari’at untuk menyimpan harta mereka disana.

  5. Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) sedunia Islam dan bekerja sama dalam bidang tersebut dengan seluruh lembaga keuangan syariat dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan sesempurna mungkin.

  6. Menghidupkan tatanan zakat dengan membuat lembaga zakat dalam bank sendiri yang mengumpulkan hasil zakat bank tersebut. Lalu menegemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembag zakat tersebut. Karena lembaga keuangan syari’at tunduk kepada pengelolaan harat untuk muamalat Islami dan hak-hak wajib pada harta-harta tersebut.

  7. Membangun baitul mal kaum muslimin dan mendirikan lembaga untuk itu yang dikelola langsung manajemennya oleh lembaga keuangan tersebut.

  8. Menanamkan kaedah adil dan kesamaan dalam keberuntungan dan kerugian dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga) dan meratakan kemaslahatan pada sebanyak mungkin jumlah kaum muslimin setelah sebelumnya kemaslahatan tersebut hanya milik pemilik harta yang besar yang tidak peduli dari jalan mana medapatkannya

Demikianlah beberapa karekteristik lembaga keuangan syari’at yang diharapkan menjadi solusi pengganti bank-bank ribawi. Semoga harapan ini direalisasikan dalam bentuk nyata. Wabillahi at-Taufiq.


[Makalah ini diadaptasi seluruhnya dari kitab al-Bunuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbiq, Prof.DR. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thoyaar, cetakan kedua tahun 1414 H, Dar al-Wathan, Riyadh, KSA hal 91-95]
***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ekonomisyariat.com

Tips Merawat Rambut Berjilbab

Semakin banyak kaum wanita beragama Islam yang memutuskan untuk mengenakan busana Muslimah sehari-harinya. Bagian terpenting dari busana Muslimah adalah jilbab, yang menutup rambut, leher, telinga, dan kepala yang merupakan aurat yang harus ditutupi oleh wanita Muslim. Kendati demikian, bukan berarti rambut wanita berjilbab tidak dirawat, bahkan justru harus lebih diperhatikan.
Masalahnya, ada anggapan bahwa merawat rambut yang sehari-harinya ditutupi oleh jilbab memang agak susah. Hal ini disebabkan karena rambut yang tertutup jilbab jarang terkena udara. Rambut yang panjang pun harus dikuncir atau dikonde sepanjang hari, sehingga ada kemungkinan rambut patah. Selain itu, rambut juga lebih sering merasa lembab dan “kepanasan” sehingga bisa menimbulkan kerontokan dan mengundang ketombe.

Tetapi jangan khawatir. Niat beribadah tidak harus terhambat hanya karena kekhawatiran-kekhawatiran yang bisa diatasi tersebut. Untuk mendapatkan rambut yang tetap sehat dan indah walaupun berjilbab, simak tips berikut ini.


1. Setelah keramas dan hendak beraktivitas, biarkan rambut benar-benar kering sebelum menutupnya dengan jilbab. Rambut yang masih basah akan jadi lembab di dalam jilbab. Akhirnya nanti rambut malah berbau apek. Kulit kepala yang lembab pun bisa memicu timbulnya ketombe dan gatal-gatal.

2. Pilihlah kerudung atau jilbab dari bahan yang mudah menyerap keringat. Contohnya seperti katun atau kaos. Bahan kain yang mudah menyerap keringat dan berpori-pori besar sangat berguna untuk memudahkan sirkulasi udara di kepala. Sutra dan satin lembut juga bagus untuk rambut karena membantu kelancaran sirkulasi udara rambut. Jika sudah memakai jilbab seperti ini, tak perlu khawatir rambut tidak bisa ‘bernapas’, karena toh sirkulasi udaranya sudah lancar.

3. Jika Anda suka model kerudung modern yang berlapis-lapis, boleh-boleh saja Anda mengkreasikan model kerudung Anda dengan model seperti itu. Tapi ingat, jangan lebih dari empat helai. Semakin tebal kerudung Anda, akan makin sulit untuk rambut Anda bernapas. Hindari menggunakan lapisan kerudung dengan terlalu kencang. Tentunya pemakaian kerudung berlapis-lapis lebih baik digunakan di saat acara khusus saja seperti pesta.

4. Hindari warna gelap untuk kerudung atau jilbab di saat udara panas. Warna gelap mudah menyerap matahari. Jika aktivitas Anda lebih banyak di bawah sinar matahari lebih, baik pilih warna lembut, muda, pastel, atau putih.

5. Cobalah untuk tidak mengikat rambut Anda terlalu kencang. Menggunakan karet yang besar dan tebal juga lebih baik, daripada karet yang kecil dan tipis—apalagi karet gelang. Rambut yang diikat dengan ikatan yang sama setiap harinya berpotensi untuk patah di bagian yang terikat tersebut. Karena itu, variasikan jenis ikatan rambut Anda. Lakukan perubahan dengan menggunakan karet rambut atau jepit rambut berselang-seling.

6. Hindari menarik garis rambut di bagian yang itu-itu saja, misalnya belah tengah, belah kanan, atau belah kiri. Kerontokan rambut bisa dimulai dari belahan rambut yang tak pernah diganti. Usahakan rutin mengganti garis belahan rambut agar kebotakan tidak timbul dari sekitar daerah belahan rambut tersebut.

7. Jika tidak sedang berjilbab, misalnya saat berada di rumah, lebih baik biarkan rambut terurai agar ia bisa ‘beristirahat’.

8. Keramaslah dengan sampo ringan berbahan alami. Sekarang juga sudah ada sampo khusus untuk rambut berjilbab. Sebelum keramas, ada baiknya mencoba menggunakan ramuan tradisional, yaitu jeruk nipis. Olesi kulit kepala dengan jeruk nipis agar rambut terhindar dari ketombe dan kelembapan rambut tetap terjaga.

9. Keramaslah sebanyak Anda membutuhkannya. Frekuensi keramas tiap orang memang berbeda-beda, tergantung jenis rambut. Ada orang yang rambtnya cenderung berminyak sehingga ia harus keramas tiap hari. Ada juga yang rambutnya tetap terjaga kebersihannya dari kelebihan minyak, dan masih bisa bertahan 2-3 hari tanpa keramas. Setelah keramas gunakan conditioner atau hair treatment untuk menutrisi rambut Anda.

10. Mengenakan jilbab tidak berarti Anda boleh bebas tidak menyisir rambut. Salah besar. Usahakan untuk tetap menyisir rambut, paling tidak tiga kali dalam sehari. Menyisir rambut sama saja melakukan pemijatan skala ringan pada kulit kepala. Kulit kepala pun jadi rileks dan rambut terbebas dari kekusutan. Gunakan sisir bergigi jarang agar rambut tidak banyak yang menempel pada gigi sisir (atau sikat), dan ikut rontok karena tertarik saat menyisir.

11. Paling tidak sebulan sekali, lakukan creambath atau hair spa di salon langganan Anda. Sekarang sudah banyak salon-salon khusus wanita dan wanita Muslim, di mana kaum wanita berjilbab bisa bebas menikmati perawatan kecantikan tanpa khawatir dilihat staf salon lelaki.

Meskipun berjilbab bukan berarti rambut tidak terawat. Islam mengajarkan untuk selalu menjaga segala sesuatu yang telah dititipkan kepada setiap muslim dan muslimah, tentunya termasuk mahkota rambut. Caranya tak terlalu sulit bukan?

Macam-Macam Kesalahan dalam Berjilbab

Alhamdulillah, sekarang ini sudah banyak sekali wanita yang memakai kerudung. Memang untuk berkerudung secara sempurna butuh proses.Kita sering berkilah bahwa itu seperti ajang latihan. Untuk awalnya mungkin tak apa. Tapi jangan sampai kita kemudian terlena dan hanyut dengan pengaruh mode yang akhirnya malah membuat orang yang melihat berpikir atau malah sampai bilang "pake jilbab tapi kok bajunya sexi yah" yang akhirnya malah akan memberi citra negatif pada wanita berkerudung pada umumnya

Dibawah ini ada contoh pemakaian kerudung yang tidak sesuai menurut Islam. Apakah model jilbab kita termasuk dalam contoh dibawah ini?

Spoiler for gambar 1:
Kesalahan pada gambar 1 :

Kerudung tidak menutupi dada

Allah S.W.T berfirman dalam surat An Nur ayat 31 " .. dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya ... "

Spoiler for gambar 2:

Kesalahan pada gambar 2 :

· Kerudung tidak menutupi dada

· Rok yang dipakai kurang panjang

Menurut riwayat Imam Tarmizi dan Nasa'i, dari Ummu Salamah r.a. "Ya Rasulullah, bagaimana perempuan akan berbuat kain-kain mereka yang sebelah bawah?"

Sabda Rasulullah S.A.W : "Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi keatasnya"

Spoiler for gambar 3:

Kesalahan pada gambar 3 :

· Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh

Rasulullah bersabda " hendaklah kamu meminjamkan dia baju yang panjang dan longgar itu "

· Make up yang sangat tebal

Allah SWT berfirman dalam surat Al'Araf ayat 31 : " Wahai anak cucu Adam. Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan "

Spoiler for gambar 4:

Kesalahan pada gambar 4 :

· Kerudung tidak menutupi dada

· Lengan blus pendek

· Rok yang dipakai pendek

· Tidak memakai kaos kaki

" Dan katakanlah kepada para perempuan beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya) kecuali yang bisa terlihat...." Surat An Nur, ayat 31

Spoiler for gambar 5:
Kesalahan pada gambar 5 :

· Lengan blus pendek

· Tidak memakai kaos kaki

Rok yang dipakai berbelah di depan

" Barang siapa yang memakai pakaian yang mencolok mata, maka Allah S.W.T akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat nanti " Riwayat Ahmad, Abu Daud, An Nasa'i dan Ibn Majah.

Spoiler for gambar 6:

Kesalahan pada gambar 6 :

* - Kerudung tidak menutupi dada
* - Pakaian ketat menampakkan lekuk tubuh
* - Blus yang dipakai pendek
* - Tidak memakai kaos kaki

"Sesungguhnya sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi yang telanjang yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya"

Riwayat Bukhari dan Muslim

Ternyata cara berpakaian wanita berkerudung selama ini, walaupun sudah menutup kepala, tapi ternyata masih banyak salahnya . Memang sebetulnya yang benar tuh seperti apa sih? Berikut contohnya.

Spoiler for yang bener:

Rasulullah S.A.W telah bersabda :

"Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan" (H.R. Abu Daud)


sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3328841

Jumat, 10 Februari 2012

Arti Warna Sayur dan Buah-Buahan


Sayur mayur dan buah-buahan merupakan sumber makanan yang kaya akan kandungan gizi, vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat kesehatan tubuh. Buah dan sayuran memiliki berbagai macam aneka warna yang berbeda-beda. Dan tahukah anda bahwa ternyata warna pada buah dan sayuran ini memiliki arti. Warna-warna tersebut menunjukkan kandungan fitonutrien yang terkandung di dalamnya. Fitonutrien atau kadang disebut fitokimia, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Fungsi fitonutrien bagi tumbuhan adalah menjaganya dari lingkungan sekitar, seperti pemangsa, virus, bakteri dan jamur. Sedangkan fungsi fitonutrien bagi manusia antara lain yaitu untuk menjaga kesehatan jantung, sirkulasi darah, membantu pertumbuhan sel dan fungsi organ tubuh, serta antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Fitonutrien yang terkandung pada buah dan sayuran masing-masing berbeda-beda satu sama lain. Jenis-jenis fitonutrien antara lain Lycopene, Beta-Carotene, Anthocyanidins, Resveratol, Striknin, Skopolamin, Skopoletin, Skoparon, Allicin, dan Lutein. Untuk mendapat semua manfaatnya, disarankan anda untuk mengkonsumsi aneka buah dan sayuran ini dengan berbagai ragamnya setiap hari. Berikut kandungan fitonutrien pada warna buah dan sayur serta manfaatnya bagi kesehatan kita. Merah Warna merah pada buah-buahan berarti dalam buah tersebut terdapat kandungan Antosianin dan Lycopene di dalamnya. Antosianin berguna untuk mencegah infeksi dan kanker kandung kemih, sedangkan Lycopene menghambat fungsi kemunduran fisik dan mental agar kita tidak mudah pikun. Selain itu, Lycopene juga mencegah bermacam-macam penyakit kanker. Lycopene juga dikenal sebagai Antioksidan tinggi untuk melindungi tubuh dari serangan virus, infeksi serta dapat mencegah penuaan dini dengan cara melindungi lapisan kolagen yang sangat baik untuk kesehatan kulit dalam tubuh kita. Sementara sayuran yang berwarna merah seperti terung, kol merah, dan bayam merah. Pigmen pada sayuran jenis ini mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antikanker. Selain itu, kol merah jika disantap mentah ternyata mengandung senyawa fitokimia dan vitamin C dua kali lipat daripada kol putih. Jingga dan Kuning Buah dan sayur yang berwarna jingga atau kuning mengandung Beta-Carotene sebagai antioksidan yang bisa mencegah penyakit jantung, kanker kulit dan penuaan dini serta sebagai sumber vitamin C yang membantu tubuh menyerap zat besi untuk mencegah anemia dan rasa letih yang berlebih. Selain itu, sebagian Beta-Carotene yang ada di dalam tubuh berubah menjadi vitamin A yang akan memacu sistem kekebalan tubuh, membuat tubuh tidak mudah terserang penyakit. Ungu, Biru dan Hitam Mengandung Anthocyanidins Resveratol, Striknin, Skopolamin, Skopoletin dan Skoparon yang merupakan senyawa aktif yang dapat menghambat serangan gugup atau kekejangan saraf. Selain Oksidan yang tinggi sayur dan buah warna ungu-biru hitam ini baik untuk memperlancar peredaran darah. Hijau Sayur berwarna hijau merupakan sumber kaya Beta-Carotene (provitamin A). Semakin tua warna hijaunya, maka semakin banyak kandungan Beta-Carotenenya. Kandungan Beta-Carotene pada sayuran membantu memperlambat proses penuaan dini mencegah resiko penyakit kanker, meningkatkan fungsi paru-paru dan menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan diabetes. Selain itu, sayur mayur dan buah-buahan berwarna hijau juga mengandung Lutein, Vitamin dan Mineral yang sangat baik untuk sistem imun atau kekebalan tubuh serta baik untuk mata juga kulit. Vitamin K dalam sayuran hijau juga membantu tubuh menyerap kalsium untuk menjaga kekuatan tulang, juga pertumbuhan kuku dan rambut yang sehat. Putih Mengandung Allicin untuk menjaga kesehatan tulang, kesehatan fungsi arteri dan kelancaran peredaran darah. Kandungan serat dan vitamin C dalam buah-buahan berwarna putih juga tinggi. Manfaat langsung serat itu membuat kita nyaman saat buang air besar.

Sumber referensi: http://en.wikipedia.org/wiki/Phytochemical