Namun kenyataan perilaku abnormal mempengaruhi hampir
setiap orang dalam berbagai cara. Pola perilaku abnormal yang meliputi gangguan
fungsi psikologis atau gangguan perilaku diklasifikasikan oleh ahli kesehatan
mental sebagai gangguan psikologis ( psychological disorder ). Istilah penyakit
mental (mental illenes) secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang
didiagnosis, termasuk gannguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, disfungsi
seksual, dan gannguan penyalah gunaan zat ( USDHHS, 1999a).
Psikologi abnormal (abnormal psychology) merupakan salah
satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan
cara menolong orang – orang yang mengalaminya. Psikologi abnormal mencakup
sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku abnormal di bandingkan dengan
studi tentang ganguan mental (atau psikologi).
Apa yang dimaksud dengan perilaku abnormal terdapat satu
jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat
dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Merupakan hal normal
bila kita merasa tertekan ketika gagal dalam tes, tetapi menjadi tidak normal
bila kita merasa tertekan ketika mendapat peringkat yang baik atau memuaskan.
Merupakan hal yang normal bila kita merasa cemas selama interviu masuk
universitas, tetapi menjadi tidak normal bila rasa cemas itu muncul ketika
sedang memasuki sebuah departement store atau menaiki lift yang penuh sesak.
Perilaku abnormal juga dapat di indiaksi melalui
besarnya/tingkat keseriusan problem. Walaupun beberapa bentuk kecemasan sebelum
suatu interviu kerja dianggap cukup normal, namun merasa seakan – akan jantung
anda akan copot – yang mengakibatkan batalnya interviu – adalah tidak normal.
Tidak juga normal untuk merasa tidak cemas dalam situasi tersebut dimana baju
anda akan menjadi basah kuyup oleh keringat.
Kriteria untuk Menentukan Abnormalitas
Para ahli kesehatan mental menggunakan berbagai kriteria
dalam membuat keputusan tentang apakah suatu perilaku adalah normal atau tidak.
Kriteria yang paling umum digunakan adalah:
- Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang tidak biasa sering dikatakan abnormal.
- Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melangar norma sosial. Setiap manusia atau masyarakat memiliki norma – norma (standart) yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima oleh beragam konteks tertentu.
- Persepsi atau interpertasi yang salah terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar.
- Orang – orang tersebut berada dalam stres personal yang signifikan. Kondisi stres personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi, seperti kecemasan, ketakutan atau depresi, dapat dianggap abnormal.
- Perilaku maladatif atau self-defeating. Perilaku yang menghasilkan ketidak bahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal.
- Perilaku berbahaya. Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal.
Dasar Budaya dari Perilaku Abnormal
Perilaku yang dianggap normal pada suatu budaya mungkin
dianggap abnormal pada budaya lain. Halusinasi (mendengar atau melihat sesuatu
yang sebenarnya tidak ada) merupakan suatu pengalaman yang biasa diantara
masyarakat Aborigin Australia, namundianggap sebagai suatu tanda yang abnormal
pada masyarakat kita.masyarakat Aborigin juga percaya bahwa mereka dapat
berkomunikasi dengan roh nenek moyang mereka dengan pengalaman tersebut
dirasakan bersama diantara mereka, khususnya keluarga dekat.
Pada sejumlah pribumi Amerika, orang berduka yang
mengatakan bahwa mereka mendengar panggilan dari arwah yang sudah meninngal
dipandang sebagai normal. Contoh dari Kleinman membuat kita menyadari bahwa
perilaku tidak seharusnya dikatakan abnormal ketika hal itu menjadi sesuatu
yang normatif dalam seting budaya dimana perilaku iti terjadi. Konsep sehat dan
sakit juga dapat memiliki arti berbeda pada budaya yang berbeda. Banyak budaya
pribumi Amerika tradisional yang membedakan antara penyakit yang mmereka yakini
berasal dari pengaruh dari budaya diluar budaya mereka, disebut ”penyakit orang
kulit putih”( white man’s sicknesses), seperti kecanduan alkohol dan obat:
dengan penyakit yang berasal dari kurangnya keserasian antara kehidupan dan
pemikiran suku tradiaional, yang disebut ”penyakit orang indian” (indian sicknesses).
Perbedaan budaya berkenaan dengan bagaimana pola perilaku
abnormal di ekspresikan menyadarkan kita bahwa kita harus mematikan konsep
perilaku abnormal yang kita gunakan valid dan dapat diterima sebelum
diaplikasikan pada budaya lain (Bebbington 1993). Hal ini juga berlaku
sebaliknya. Konsep ”kehilangan jiwaq” menjelaskan karakteristik distres
psikologis pada beberapa masyarakat non Barat, tetapi konsep ini hanya sedikit
atau tidak relevan bagi masyarakat kelas menengah Amerika Utara.
Pandangan masyarakat tentang perilaku abnormal bervariasi
antar budaya. Pada budaya Barat, perilaku abnormal dijelaskan oleh model yang
didasarkan pada penyakit medis dan faktor psikologis. Tetapi pada budaya
tradisional, konsep perilaku abnormal sering kali dikaitkan dengan penyebab
supranatural, seperti kerasukan setan (Lefly, 1990).
Perspektif Historis tentang Perilaku Abnormal
Sepanjang
sejarah budaya Barat, konsep perilaku abnormal telah terbentuk, dalam beberapa
hal, oleh pandangan dunia (Woldview) yang berlaku saat itu. Sepanjang sejarah,
keyakinan dan kekuatan supranatural, setan, dan roh jahat telah mendominasi.
Perilaku abnormal sering dianggap sebagai tanda kerasukan (possesion). Pada
masa itu lebih modern, pandangan dunia yang dominan walaupun tidak bersifat
universal telah berganti pada keyakinan akan ilmu dan nalar (reason).
Perspektif Kontemporer tenteng perilaku
Abnormal: Dari Demonologi hingga Ilmu Pengetahuan.
Perspektif Biologis, Berlawanan dengan latar belakang
kemajuan dalam ilmu kedokteran, seorang dokter dari Jerman Wilhelm Griesinger
(1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar dari penyakit otak. Ia
menghubungkan gannguan mental tersebut dengan penyakit fisik
Perspektif Psikologis, Meskipun model medis pada abad ke 19 mempunyai
pengaruh, namun terdapat sejumlah orang yang meyakini bahwa faktor organis
semata tidak dapat menjelaskan berbagai bentuk perilaku abnormal.
Perspektif Sosiokultural,
Teoritikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks –
konteks sosial yang lebih luas dimana suatu perilaku muncul untuk memahami akar
dari perilaku abnormal. Mereka meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal
mungkin dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan
orangnya.
Perspektif Biopsikososial, Banyak
akademisi terkemuka pada masa kini yang mmeyakini bahwa pola perilaku abnormal
terlalu komplek untuk dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif.
Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan baik
bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili
bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
Metode Penelitian dalam Psikologi Abnormal
Psikologi abnormal adalah salah satu
cabang disiplin ilmu psikologi, oleh sebab itu penelitiannya di lapangan selalu
didasarkan pada penerapan metode ilmiah (scientific
method). Berikut ini akan dijelaskan bagaimana peneliti mengaplikasikan
metode ilmiah dalam menginvestasigasi perilaku abnormal.
Deskripsi, Penjelasan, Prediksi, dan Kontrol: Tujuan dari Ilmu Pengetahuan
Deskripsi (description) adalah salah astu tujuan utama dari ilmu
pengetahuan. Untuk memahami perilaku abnormal, pertama-tama kita harus belajar
untuk mendeskripsikannya. Deskripsi memungkinkan kita untuk dapat mengenali
perilaku abnormal dan memberikan suatru landasan untuk menjelaskannya.
Deskripsi harus jelas, tidak bias, dan didasrkan
pada observasi yang cermat. Anekdot kami tentang tikus yang buta
mengiluistrasikan maksud bahwa observasi dan usaha kita untuk
mendeskripsikannya dapat dipengaruhi oleh dugaan-dugaan kita, atau dapat
menjadi bias. Dugaan kita merefleksikan sudut/ model pandangan kita tentang
perilaku, dan memandu kita dalam memperspsikan peristiwa – seperti gerakan
tikus dan perilaku orang lain – dengan cara-cra tertentu.
Dalam konteks ini, mengontrol perilaku berarti menggunakan sumber daya mereka secara
lebih efisian untuk mencapai tujuan itu.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah melibatkan upaya-upaya sistematis
untuk menguji asumsi dan teori-teori kita tentang dunia melalui pengumpulan
bukti yang objektif. Langkah-langkah dasar dari penggunaan metode ilmiah dalam
eksperimen:
- menformulasikan pertanyaan penelitian. Ilmuwan memperolah pertanyaan penelitian dari observasi dan teori mereka tentang peristiwa dan perilaku.
- menyusun pertanyaan penelitian dalam bentuk hipotesis. Hipotesis (hypothesis) adalah suatu prediksi yang tepat tentang perilaku yang diuji melalui penelitian.
- menguji hipotesis. Ilmuwan menguji hipotesis melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol yang cermat.
- menarik kesimpulan tentang hipotesis. Pada langkah terakhir, para ilmuwan menarik kesimpulan dari temuan mereka tentang kebenaran hipotesis. Para psikolog menggunakan metode statistik untuk menentukan kemungkinan bahwa perbedaan antar kelompok adalah signifikan (significant), lain halnya dengan adanya kemungkinan fluktuasi.
Etika dalam Penelitian
Prinsip-prinsip etis didesain untuk menaikkan
martabat individu, melindungi kesejahteraan manusia, dan mejaga integritas
penelitian (McGovern, 1991). Para psikolog dicegah oleh standar-standar etis
profesi mereka untuk menggunakan metode yang dapat membahayakan subjek atau
klien psikologis ataupun fisik (APA, 1992). Psikolog juga harus mengikuti
aturan-aturan etis yang melindungi subjek binatang dalam penelitian.
Dua prinsip utama yang melandasi aturan-aturan
etis adalah: (1) persetujuan tindakan dan (2) kerahasiaan.
Prinsip pesetujuan tindakan (informed consent)
mengharuskan seseorang bebas memilih apakah mereka bersedia berpartisipasi
dalam studi penelitian atau tidak. Sebelumnya, mereka harus diberiakn informasi
yang cukup tentang tujaun dan metode penelitian, serta risiko dan
keuntungannya, untuk membantu mereka membuat keputusan tentang partisipasi
mereka. Dalam penelitian di mana informasi disembunyikan atau suatu
”pengelabuan” dilakukan, subjek harus diberikan penjelasan kembali (debriefed)
sesudahnya.
Subjek juga memliki hak untuk menentukan agar
identitas mereka tidak dibuka. Peneliti diwajibkan untuk melindungi kerahasiaan
(confidentiality) mereka dengan mengamankan catatan tentang partisipasi mereka
dan tidak membuka identitas mereka pada orang lain.
Metode Observasi-Naturalistik
Metode observasi naturalistik
(naturalistic-observation method) digunakan untuk mengobservasi perilaku di
suatu tempat, di mana perilaku itu terjadi. Para antropolog hidup bersama dengan
masyarakat yang belum berbudaya (preliterate) dalam rangka mempelajari
keragaman manusia. Para sosiolog mengikuti aktivitas geng remaja di perkotaan.
Metode Korelasional
Korelasi merupakan pengukuran statistik atas
hubungan antara dua faktor, atau variabel. Pada studi observasi naturalistik
yang dilakukan di restoran cepat saji, perilaku makan dihubungkan, atau
dikorelasikan, dengan berat badan para pelanggan. Kedua variabel iu tidak
dimanipulasi secara langsung. Ketika satu variabel (tingkat berat badan)
meningkat sejalan dengan peningkatan variabel kedua (angka perilaku makan),
dikatakan terdapat korelasi positif di antara keduanya. Jika satu variabel
menurun sejalan dengan meningkatnya variabel kedua, dikatakan terdapat korelasi
negatif antara variabel-variabel tersebut.
Studi longitudinal,
Salah satu tipe studi korelasional adalah Studi longitudinal (longitudinal
study) dimana subjek dipelajari dalam interfal periodik waktu yang panjang
bahkan mungkin selama beberapa dekade.
Metode eksperimental
Prediksi didasarkan pada korelasi antar peristiwa
atau faktor – faktor yang terpisdahkan dalam waktu. Seperti pada bentuk –
bentuk lain dari penelitian korelasional, kita harus berhati – hati untuk tidak
menyimpulkan kausalitas dari korelaasi. Hubungan kausalitas antar – dua
peristiwa merupakan suatu hubungan yang mengikuti urutan waktu dimana peristiwa kedua merupakan hasil
langsung dari yang pertama.
Metode eksperimental memungkinkan para ilmuan
untuk mendemontrasikan hubungan kausal, pertama – tama dengan memanipulasi
faktor kausal dan kemudian mengukur
akibatnya dibawah kondisi terkontrol yang dapat meminimalkan resiko dari faktor
lainnya yang menjelaskan akibat tersebut.
Subjek eksperimental dan kontrol, Eksperimental yang terkontrol baik akan mmengelompokkan subjek pada
kelompok eksperimental dan kelompok kontrol secara random. Subjek eksperimental
akan diberi penanganan eksperimental; sedangkan subjek kontrol tidak. Perlakuan
seksama diberikan untuk memastikan agar setiap kelompok terjaga dari kondisi
lainnya secara konstan.
Validitas eksperimental. Studi eksperimental dinilai berdasarkan apakah studi itu valid atau logis.
Konsep validitas eksperimental memiliki arti ganda, dan kita mempertimbangkan
tiga diantaranya yaitu:
1. validitas internal, bila
perubahan variabel dependen yang diobservasi dapat berhubungan secara kausal
dengan variabel independen atauu variabel penanganan
2. validitas eksternal, mengacu
pada kemampuan generalisasi atau penerapan dari hasil suatu studi eksperimental
terhadap subjek lain pada seting serta waktu yang berbeda. Pada kebanyakan
kasus, peneliti tertarik untuk dapat menggeneralisasikan hasil dari suatu studi
khusus (misalnya, efek obat antidepresan baru pada sampel orang yang mengalami
depresi) pada populasi yang lebih besar (orang-orang yang secara umum mengalami
depresi).
3. validitas konstruk
menggambarkan tingkat validitas yang lebih tinggi secara konseptual, yaitu
tingkatan dimana efek dari suatu penanganan mendukung suatu mekanisme atau
konstruk teoritis yang tampil dalam variabel independen.
Metode Epidemiologik
Metode epidemiologik mempelajari tingkat
kemunculan perilaku abnormal dalam berbagai seting atau kelompok populasi.
Salah satu jenis metode ini adalah metode survei, yang mengandalkan wawancara
atau kuisioner. Survei digunakan untukmemastikan angka kemunculkan dari
berbagai gangguan dalam populasi sebagai suatu keseluruhan dan dalam berbagi
kelompok yang diklasifikasokan berdasarkan faktor-faktor tertentu seperti ras,
etnisitas, gender, atau kelas sosial.
Sampel dan Populasi,
idealnya kita melakukan survei diantara setiap anggota populasi yang
berkepentingan. Dengan demikian kita dapat yakin bahwa hasil survei akan secara
akurat mewakili populasi yang diharapkan untuk diteliti. Dalam kenyataannya,
bila populasi yang berkepentingan tidak diterapkan secara agak sempit
(misalnya, populasi yang ditunjuk adalah murid-murid yang tinggal si asrama
anda).
Satu metode untuk memperoleh sampel yang
representatif adalah sampling acak. Sampel acak ditarik dengan cara tertentu
sehingga setiap anggota populasi yang berkepentingan mempunyai kemungkinan yang
setara/ sama untuk dipilih. Ahli epidemiologik kadang kala membentuk sampel
acak dengan mensurvei secara acak sejumlah rumah tangga yang ada dalam
komunitas target.