Kamis, 26 Januari 2012

ABNORMAL

Perilaku abnormal nampaknya tidak dapat mendapatkan perhatian. Kebanyakan orang tidak pernah mencari bantuan psikolog (psychologist). Hanya sedikit orang yang didakwa tidak bersalah atas suatu kejahatan dengan alasan ketidak warasan. Kebanyakan dari kita memiliki kerabat yang kita sebut dengan eksentrik, tetapi hanya sedikit yang penya kerabat yang benar – benar bizare (sangat aneh).
            Namun kenyataan perilaku abnormal mempengaruhi hampir setiap orang dalam berbagai cara. Pola perilaku abnormal yang meliputi gangguan fungsi psikologis atau gangguan perilaku diklasifikasikan oleh ahli kesehatan mental sebagai gangguan psikologis ( psychological disorder ). Istilah penyakit mental (mental illenes) secara kolektif mengacu pada semua gangguan mental yang didiagnosis, termasuk gannguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, disfungsi seksual, dan gannguan penyalah gunaan zat ( USDHHS, 1999a).
            Psikologi abnormal (abnormal psychology) merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang – orang yang mengalaminya. Psikologi abnormal mencakup sudut pandang yang lebih luas tentang perilaku abnormal di bandingkan dengan studi tentang ganguan mental (atau psikologi).
            Apa yang dimaksud dengan perilaku abnormal terdapat satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Merupakan hal normal bila kita merasa tertekan ketika gagal dalam tes, tetapi menjadi tidak normal bila kita merasa tertekan ketika mendapat peringkat yang baik atau memuaskan. Merupakan hal yang normal bila kita merasa cemas selama interviu masuk universitas, tetapi menjadi tidak normal bila rasa cemas itu muncul ketika sedang memasuki sebuah departement store atau menaiki lift yang penuh sesak.
            Perilaku abnormal juga dapat di indiaksi melalui besarnya/tingkat keseriusan problem. Walaupun beberapa bentuk kecemasan sebelum suatu interviu kerja dianggap cukup normal, namun merasa seakan – akan jantung anda akan copot – yang mengakibatkan batalnya interviu – adalah tidak normal. Tidak juga normal untuk merasa tidak cemas dalam situasi tersebut dimana baju anda akan menjadi basah kuyup oleh keringat.
Kriteria untuk Menentukan Abnormalitas
            Para ahli kesehatan mental menggunakan berbagai kriteria dalam membuat keputusan tentang apakah suatu perilaku adalah normal atau tidak. Kriteria yang paling umum digunakan adalah:
  1. Perilaku yang tidak biasa. Perilaku yang tidak biasa sering dikatakan abnormal.
  2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melangar norma sosial. Setiap manusia atau masyarakat memiliki norma – norma (standart) yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima oleh beragam konteks tertentu.
  3. Persepsi atau interpertasi yang salah terhadap realitas. Biasanya, sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar.
  4. Orang – orang tersebut berada dalam stres personal yang signifikan. Kondisi stres personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi, seperti kecemasan, ketakutan atau depresi, dapat dianggap abnormal.
  5. Perilaku maladatif atau self-defeating. Perilaku yang menghasilkan ketidak bahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai abnormal.
  6. Perilaku berbahaya. Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan abnormal.
 Dasar Budaya dari Perilaku Abnormal
            Perilaku yang dianggap normal pada suatu budaya mungkin dianggap abnormal pada budaya lain. Halusinasi (mendengar atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada) merupakan suatu pengalaman yang biasa diantara masyarakat Aborigin Australia, namundianggap sebagai suatu tanda yang abnormal pada masyarakat kita.masyarakat Aborigin juga percaya bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan roh nenek moyang mereka dengan pengalaman tersebut dirasakan bersama diantara mereka, khususnya keluarga dekat.
            Pada sejumlah pribumi Amerika, orang berduka yang mengatakan bahwa mereka mendengar panggilan dari arwah yang sudah meninngal dipandang sebagai normal. Contoh dari Kleinman membuat kita menyadari bahwa perilaku tidak seharusnya dikatakan abnormal ketika hal itu menjadi sesuatu yang normatif dalam seting budaya dimana perilaku iti terjadi. Konsep sehat dan sakit juga dapat memiliki arti berbeda pada budaya yang berbeda. Banyak budaya pribumi Amerika tradisional yang membedakan antara penyakit yang mmereka yakini berasal dari pengaruh dari budaya diluar budaya mereka, disebut ”penyakit orang kulit putih”( white man’s sicknesses), seperti kecanduan alkohol dan obat: dengan penyakit yang berasal dari kurangnya keserasian antara kehidupan dan pemikiran suku tradiaional, yang disebut ”penyakit orang indian” (indian sicknesses).
            Perbedaan budaya berkenaan dengan bagaimana pola perilaku abnormal di ekspresikan menyadarkan kita bahwa kita harus mematikan konsep perilaku abnormal yang kita gunakan valid dan dapat diterima sebelum diaplikasikan pada budaya lain (Bebbington 1993). Hal ini juga berlaku sebaliknya. Konsep ”kehilangan jiwaq” menjelaskan karakteristik distres psikologis pada beberapa masyarakat non Barat, tetapi konsep ini hanya sedikit atau tidak relevan bagi masyarakat kelas menengah Amerika Utara.
            Pandangan masyarakat tentang perilaku abnormal bervariasi antar budaya. Pada budaya Barat, perilaku abnormal dijelaskan oleh model yang didasarkan pada penyakit medis dan faktor psikologis. Tetapi pada budaya tradisional, konsep perilaku abnormal sering kali dikaitkan dengan penyebab supranatural, seperti kerasukan setan (Lefly, 1990).
Perspektif Historis tentang Perilaku Abnormal
            Sepanjang sejarah budaya Barat, konsep perilaku abnormal telah terbentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia (Woldview) yang berlaku saat itu. Sepanjang sejarah, keyakinan dan kekuatan supranatural, setan, dan roh jahat telah mendominasi. Perilaku abnormal sering dianggap sebagai tanda kerasukan (possesion). Pada masa itu lebih modern, pandangan dunia yang dominan walaupun tidak bersifat universal telah berganti pada keyakinan akan ilmu dan nalar (reason).
 Perspektif Kontemporer tenteng perilaku Abnormal: Dari Demonologi hingga Ilmu Pengetahuan.
            Perspektif Biologis, Berlawanan dengan latar belakang kemajuan dalam ilmu kedokteran, seorang dokter dari Jerman Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar dari penyakit otak. Ia menghubungkan gannguan mental tersebut dengan penyakit fisik
            Perspektif Psikologis,  Meskipun model medis pada abad ke 19 mempunyai pengaruh, namun terdapat sejumlah orang yang meyakini bahwa faktor organis semata tidak dapat menjelaskan berbagai bentuk perilaku abnormal.
            Perspektif Sosiokultural, Teoritikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks – konteks sosial yang lebih luas dimana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Mereka meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal mungkin dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya.
            Perspektif Biopsikososial, Banyak akademisi terkemuka pada masa kini yang mmeyakini bahwa pola perilaku abnormal terlalu komplek untuk dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
Metode Penelitian dalam Psikologi Abnormal
Psikologi abnormal adalah salah satu cabang disiplin ilmu psikologi, oleh sebab itu penelitiannya di lapangan selalu didasarkan pada penerapan metode ilmiah (scientific method). Berikut ini akan dijelaskan bagaimana peneliti mengaplikasikan metode ilmiah dalam menginvestasigasi perilaku abnormal.
Deskripsi, Penjelasan, Prediksi, dan Kontrol: Tujuan dari Ilmu Pengetahuan
Deskripsi (description) adalah salah astu tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Untuk memahami perilaku abnormal, pertama-tama kita harus belajar untuk mendeskripsikannya. Deskripsi memungkinkan kita untuk dapat mengenali perilaku abnormal dan memberikan suatru landasan untuk menjelaskannya.
Deskripsi harus jelas, tidak bias, dan didasrkan pada observasi yang cermat. Anekdot kami tentang tikus yang buta mengiluistrasikan maksud bahwa observasi dan usaha kita untuk mendeskripsikannya dapat dipengaruhi oleh dugaan-dugaan kita, atau dapat menjadi bias. Dugaan kita merefleksikan sudut/ model pandangan kita tentang perilaku, dan memandu kita dalam memperspsikan peristiwa – seperti gerakan tikus dan perilaku orang lain – dengan cara-cra tertentu.
Dalam konteks ini, mengontrol perilaku berarti menggunakan sumber daya mereka secara lebih efisian untuk mencapai tujuan itu.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah melibatkan upaya-upaya sistematis untuk menguji asumsi dan teori-teori kita tentang dunia melalui pengumpulan bukti yang objektif. Langkah-langkah dasar dari penggunaan metode ilmiah dalam eksperimen:
  1. menformulasikan pertanyaan  penelitian. Ilmuwan memperolah pertanyaan penelitian dari observasi dan teori mereka tentang peristiwa dan perilaku.
  2. menyusun pertanyaan penelitian dalam bentuk hipotesis. Hipotesis (hypothesis) adalah suatu prediksi yang tepat tentang perilaku yang diuji melalui penelitian.
  3. menguji hipotesis. Ilmuwan menguji hipotesis melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol yang cermat.
  4. menarik kesimpulan tentang hipotesis. Pada langkah terakhir, para ilmuwan menarik kesimpulan dari temuan mereka tentang kebenaran hipotesis. Para psikolog menggunakan metode statistik untuk menentukan kemungkinan bahwa perbedaan antar kelompok adalah signifikan (significant), lain halnya dengan adanya kemungkinan fluktuasi.
Etika dalam Penelitian
Prinsip-prinsip etis didesain untuk menaikkan martabat individu, melindungi kesejahteraan manusia, dan mejaga integritas penelitian (McGovern, 1991). Para psikolog dicegah oleh standar-standar etis profesi mereka untuk menggunakan metode yang dapat membahayakan subjek atau klien psikologis ataupun fisik (APA, 1992). Psikolog juga harus mengikuti aturan-aturan etis yang melindungi subjek binatang dalam penelitian.
Dua prinsip utama yang melandasi aturan-aturan etis adalah: (1) persetujuan tindakan dan (2) kerahasiaan.
Prinsip pesetujuan tindakan (informed consent) mengharuskan seseorang bebas memilih apakah mereka bersedia berpartisipasi dalam studi penelitian atau tidak. Sebelumnya, mereka harus diberiakn informasi yang cukup tentang tujaun dan metode penelitian, serta risiko dan keuntungannya, untuk membantu mereka membuat keputusan tentang partisipasi mereka. Dalam penelitian di mana informasi disembunyikan atau suatu ”pengelabuan” dilakukan, subjek harus diberikan penjelasan kembali (debriefed) sesudahnya.
Subjek juga memliki hak untuk menentukan agar identitas mereka tidak dibuka. Peneliti diwajibkan untuk melindungi kerahasiaan (confidentiality) mereka dengan mengamankan catatan tentang partisipasi mereka dan tidak membuka identitas mereka pada orang lain.
Metode Observasi-Naturalistik
Metode observasi naturalistik (naturalistic-observation method) digunakan untuk mengobservasi perilaku di suatu tempat, di mana perilaku itu terjadi. Para antropolog hidup bersama dengan masyarakat yang belum berbudaya (preliterate) dalam rangka mempelajari keragaman manusia. Para sosiolog mengikuti aktivitas geng remaja di perkotaan.
Metode Korelasional
Korelasi merupakan pengukuran statistik atas hubungan antara dua faktor, atau variabel. Pada studi observasi naturalistik yang dilakukan di restoran cepat saji, perilaku makan dihubungkan, atau dikorelasikan, dengan berat badan para pelanggan. Kedua variabel iu tidak dimanipulasi secara langsung. Ketika satu variabel (tingkat berat badan) meningkat sejalan dengan peningkatan variabel kedua (angka perilaku makan), dikatakan terdapat korelasi positif di antara keduanya. Jika satu variabel menurun sejalan dengan meningkatnya variabel kedua, dikatakan terdapat korelasi negatif antara variabel-variabel tersebut.
Studi longitudinal, Salah satu tipe studi korelasional adalah Studi longitudinal (longitudinal study) dimana subjek dipelajari dalam interfal periodik waktu yang panjang bahkan mungkin selama beberapa dekade.
Metode eksperimental
Prediksi didasarkan pada korelasi antar peristiwa atau faktor – faktor yang terpisdahkan dalam waktu. Seperti pada bentuk – bentuk lain dari penelitian korelasional, kita harus berhati – hati untuk tidak menyimpulkan kausalitas dari korelaasi. Hubungan kausalitas antar – dua peristiwa merupakan suatu hubungan yang mengikuti urutan waktu  dimana peristiwa kedua merupakan hasil langsung dari yang pertama.
Metode eksperimental memungkinkan para ilmuan untuk mendemontrasikan hubungan kausal, pertama – tama dengan memanipulasi faktor kausal  dan kemudian mengukur akibatnya dibawah kondisi terkontrol yang dapat meminimalkan resiko dari faktor lainnya yang menjelaskan akibat tersebut.
Subjek eksperimental dan kontrol, Eksperimental yang terkontrol baik akan mmengelompokkan subjek pada kelompok eksperimental dan kelompok kontrol secara random. Subjek eksperimental akan diberi penanganan eksperimental; sedangkan subjek kontrol tidak. Perlakuan seksama diberikan untuk memastikan agar setiap kelompok terjaga dari kondisi lainnya secara konstan.
Validitas eksperimental. Studi eksperimental dinilai berdasarkan apakah studi itu valid atau logis. Konsep validitas eksperimental memiliki arti ganda, dan kita mempertimbangkan tiga diantaranya yaitu:
1.       validitas internal, bila perubahan variabel dependen yang diobservasi dapat berhubungan secara kausal dengan variabel independen atauu variabel penanganan
2.       validitas eksternal, mengacu pada kemampuan generalisasi atau penerapan dari hasil suatu studi eksperimental terhadap subjek lain pada seting serta waktu yang berbeda. Pada kebanyakan kasus, peneliti tertarik untuk dapat menggeneralisasikan hasil dari suatu studi khusus (misalnya, efek obat antidepresan baru pada sampel orang yang mengalami depresi) pada populasi yang lebih besar (orang-orang yang secara umum mengalami depresi).
3.       validitas konstruk menggambarkan tingkat validitas yang lebih tinggi secara konseptual, yaitu tingkatan dimana efek dari suatu penanganan mendukung suatu mekanisme atau konstruk teoritis yang tampil dalam variabel independen.
Metode Epidemiologik
Metode epidemiologik mempelajari tingkat kemunculan perilaku abnormal dalam berbagai seting atau kelompok populasi. Salah satu jenis metode ini adalah metode survei, yang mengandalkan wawancara atau kuisioner. Survei digunakan untukmemastikan angka kemunculkan dari berbagai gangguan dalam populasi sebagai suatu keseluruhan dan dalam berbagi kelompok yang diklasifikasokan berdasarkan faktor-faktor tertentu seperti ras, etnisitas, gender, atau kelas sosial.
Sampel dan Populasi, idealnya kita melakukan survei diantara setiap anggota populasi yang berkepentingan. Dengan demikian kita dapat yakin bahwa hasil survei akan secara akurat mewakili populasi yang diharapkan untuk diteliti. Dalam kenyataannya, bila populasi yang berkepentingan tidak diterapkan secara agak sempit (misalnya, populasi yang ditunjuk adalah murid-murid yang tinggal si asrama anda).
Satu metode untuk memperoleh sampel yang representatif adalah sampling acak. Sampel acak ditarik dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi yang berkepentingan mempunyai kemungkinan yang setara/ sama untuk dipilih. Ahli epidemiologik kadang kala membentuk sampel acak dengan mensurvei secara acak sejumlah rumah tangga yang ada dalam komunitas target.