Anak autis merupakan anak dengan “special
needs” atau anak dengan kebutuhan khusus. Anak autis
merupakan anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Gejala
yang tampak pada anak autis yaitu tidak mampu bersosialisasi, mengalami
kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak
bisa terhadap rangsangan sekitarnya, sehingga apabila hambatan ini tidak
diatasi sedini mungkin maka proses belajar anak-anak tersebut juga terhambat,
seperti intelegensi, emosi, dan perilaku sosialnya tidak dapat berkembang
dengan baik. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi sedini
mungkin bagi anak-anak ini.
Pada periode ini prevalensi anak
dengan hambatan perkembangan perilaku autis ini telah mengalami peningkatan
yang sangat mengejutkan. Sejak tahun 1950, para professional di Amerika,
Inggris, dan Eropa Barat sudah mulai peduli dengan autisme. Frekuensi kejadian
autisme di Pensylvania, Amerika Selatan dalam lima
tahun terakhir meningkat sebesar 500% menjadi 40 dari 10.000 kelahiran. Sejauh
ini di Indonesia
belum pernah dilakukan penelitian untuk hal ini, akan tetapi factor-faktor
penyebab dari hambatan perkembangan perilaku anak ini lebih tinggi di Indonesia
dibandingkan dengan Amerika Serikat. Maka dapat diperkirakan jumlah anak dengan
kelainan ini jauh lebih banyak daripada di Amerika Serikat.
Autisme tidak hanya dialami oleh
anak-anak yang berasal dari kalangan tertentu saja, tetapi autisme menimpa seluruh
bangsa, ras, serta seluruh tingkatan sosial, hanya saja anak autis lebih sering
terdapat pada anak laki-laki daripada anak perempuan, bisa sampai 3-4 kali
dibandingkan dengan anak perempuan, mungkin ada hubungan genetic. Sebagian
besar penderita autisme biasanya mengalami gangguan berbahasa.
PEMBAHASAN
1.Pengertian
Autis adalah suatu keadaan dimana
seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku
yang terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme
bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio ekonomi mapan maupun kurang, anak
atau dewasa dari semua etnis hanya lebih banyak pada laki-laki, bisa sampai 3-4
kali dibanding perempuan. Kanner memakai istilah “autisme” yang artinya hidup
dalam dunianya sendiri. Leo Kanner juga mengemukakan pendapatnya tentang autis,
bahwa autisme menurutnya adalah gangguan metabolisme pada anak-anak yang telah
dibawanya sejak lahir (inborn error of metabolism), gangguan metabolisme
itulah yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak bisa bersosialisasi. Pada
dasarnya autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan
gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa,
dan kepedulian terhadap sekitarnya sehingga anak autisme seperti hidup dalam
dunianya sendiri.
Anak autisme berarti anak yang
kurang bisa bergaul atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya, tetapi tidak
sampai seperti anak Down Syndrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya
kaku pada anak dengan kelainan jaringan otak. Anak autisme kebanyakan mempunyai
intelegensi yang rendah. Namun demikian 20% dari anak autisme masih mempunyai
IQ > 70. Kemampuan khusus seperti membaca, berhitung, menggambar, melihat
penanggalan, atau mengingat jalanan yang banyak liku-likunya kurang.
2. Penyebab
Adapun penyebab dari autisme itu sendiri belum
diketahui secara pasti, hanya diperkirakan mungkin adanya kelainan dari system
saraf/ neurologi dalam berbagai derajat berat ringannya penyakit. Melalui
berbagai perdebatan oleh para ahli mengenai penyebab autisme maka diperoleh
konsensus/ kesepakatan bersama bahwa para ahli mengakui autisme diakibatkan
terjadi kelainan fungsi luhur di daerah otak. Kelainan fungsi ini bisa
disebabkan berbagai macam trauma, seperti :
- Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dll.
- Kejadian segera setelah lahir )perinatal) seperti kekurangan oksigen (anoksia).
- Keadaan selama kehamilan seperti pembentukan otak yang kecil, misalnya vermis otak kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan jaringan otak (tuber sclerosis).
- Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison (karena infeksi tuberkolosa dimana terjadi bertambahnya pigmen tubuh dankemunduran mental).
- Mungkin karena kelainan kromosom seperti pada Syndrome Chromosoma X yang fragil, seperti yang diberitakan belakangan ini tinggi insidennya di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sindroma Chromosom XYY.
- Faktor genetic diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit diketemukan.
- Masih ada suatu kelainan yang disebut sebagai Sensory Interpretation Errors yang juga menyebabkan terjadinya gejala autisme.
3. Gejala Penyakit
Dari kelainan anatomis dan fungsi dari bagian otak
diatas, maka timbullah gejala yang dapat diamati. ICD-10 1993 (Intenational
Classification of Disease) dari WHO dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual) 1994 dari grup psikiatri Amerika menetapkan kriteria yang sama untuk
autisma anak, dengan mempelajari DSM-IV ini, para orang tua pun bisa
mendiagnosis anaknya sendiri apakah anak tersebut termasuk penyandang autisma
atau bukan, meskipun tanpa berkonsultasi ke dokter spesialis jiwa anak.
Berikut ini criteria DSM-IV untuk Autisma Masa Anak :
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan
(3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan
(3) .
(1) Gangguan
kualitatif dalam interaksi sosial yang timbak balik. Minimal harus ada 2
gejala dari gejala-gejala dibawah ini :
a.
Tak mampu menjalin interaksi sosial yang
cukup memadai : kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.
b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c. Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang
komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah
ini :
a.
Bicara terlambat atau bahkan sama sekali
tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain
tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
(3) Suatu
pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari
gejala dibawah ini :
a.
Mempertahankan satu minat atau lebih,
dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau yang tak ada gunanya.
c. Ada
gerakan-geraklan yang aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau
gangguan dalam bidang :
- interaksi sosial
- bicara dan berbahasa
- cara bermain yang kurang variatif
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan
Disintegratif Masa Kanak.
Gejala diatas dapat timbul sejak lahir dan anak
tidak pernah mengalami perkembangan perilaku yang normal. Namun ada juga anak
yang sejak lahir tampak normal dan baru pada usia sekitar 2 tahun terjadi
hambatan perkembangan pada perilakunya dan bahkan kemudian terjadi kemunduran
(regresi).
Kelainan perilaku yang hampir selalu ditemukan pada autisme,
antara lain :
- Mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat
- Sangat kurang menggunakan bahasa
- Sangat lemah kemampuan berkomunikasi
- Kelainan lainnya
-
sangat peka terhadap perubahan
lingkungan. Anak akan bereaksi secara emosional
kadang bereaksi kasar meskipun hanya terjadi sedikit perubahan dari
kehidupan rutin, seperti warna baju, kursi, atau naik kendaraan yang tidak
biasa.
-
Setiap perubahan bagi anak autisme selalu
dirasakan buruk, meskipun perubahan tersebut menuju pada kebaikan.
-
Memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang
aneh, misalnya berjalan jinjit, bertepuk tangan terus, bergerak ke depan dan
kebelakang selagi duduk.
-
Sebagian kecil anak autisme menunjukkan
masalah perilaku yang sangat menyimpang, seperti melukai diri sendiri,
membentur-benturkan kepala, menggigit, terkadang ada yang menyerang temannya.
Pencetus timbulnya kelainan perilaku tersebut bisa
saja hanya karena merasa kecewa atau marah, bosan, takut, cemas atau hanya
karena perubahan lingkungan kesehariannya yang rutin.
Kesulitan diagnosis terjadi bila
selain autisme, anak masih menderita gangguan lain seperti hiperaktivitas,
epilepsy, retardasi mental, sindroma down, dll, seringkali perhatian tertuju
pada gangguan penyerta, sehingga gangguan autismenya sendiri luput
terdiagnosis.
Untuk deteksi dini bagi para orang tua, waspadalah terhadap
gejala-gejala berikut :
1. anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk berkomunikasi
2. hiperaktif dan cuek pada orang tua dan orang lain
3. tidak bisa main dengan teman sebayanya
4. ada perilaku aneh yang diulang-ulang
4. Pengelompokan Autisme
Autisme dikelompokkan menjadi 3 kelompok, antara lain
sebagai berikut :
A. AUTISME PERSEPSI
Autisme persepsi dianggap sebagai autisme asli dan
disebut juga autisme internal (endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum
lahir.
Gejala yang dapat diamati :
·
Rangsangan dari luar baik yang
kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan
mekanisme dan reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan masalah.
·
Banyaknya pengaruh rangsangan dari
orang tua, tidak bisa ditentukan. Orang tua tidak ingin peduli terhadap
kebingungan dan kesengsaraan anaknya. Kebingungan anaknya perlahan berubah
menjadi kekecewaan, lama-kelamaan rangsangan ditolak atau anak bersikap masa
bodoh.
·
Pada kondisi begini, baru orang tua
mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil terus menciptakan
rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya, mulai mencari
pertolongan.
·
Pada saat begini, si bapak malah
sering menyalahkan si ibu kurang memiliki kepekaan naluri keibuan. Si bapak
tidak menyadari hal tersebut malah memperberat kebingungan si anak dan
memperbesar kekhilafan yang telah diperbuat.
Kiranya keluarga menyadari bahwa autisme dan beberapa
kelainan terjadi akibat pengaruh dalam keluarga disertai pengaruh lingkungan.
B. AUTISME REAKTIF
Pada autisme reaktif, penderita membuat
gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai
kejang-kejang.
Gejala yang dapat diamati antara lain :
·
Autisme ini biasanya mulai
terlihat pada anak usia lebih besar (6-7 tahun) sebelum anak memasuki tahap
berpikir logis. Namun demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu pertama.
·
Mempunyai sifat rapuh, mudah
terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma fusik atau
psikis, tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
·
Setiap kondisi, bisa saja
merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini sehingga mempengaruhi
perkembangan normal kemudian harinya.
Beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin
merupakan factor-faktor pada kejadian autisme
reaktif ini :
- Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada masa kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang menimbulkan trauma psikis tersebut.
- Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpangan memory diawal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.
- Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpangan memory akan berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena itu, meskipun anak memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara dan berbahasanya sudah mulai terganggu. Ini yang membuat orang tua si anak menjadi khawatir.
Beberapa contoh masalah yang menimbulkan trauma kecemasan
pada anak :
- terlalu cepat berpisah dengan ibu diawal masa kanak-kanak
- anak lahir kembali
- orang tua/ kerabat dekat meninggal dunia
- sakit berat sampai dirawat di rumah sakit
- pindah rumah atau sekolah
- bepergian jauh sewaktu libur, yang pada awalnya menyenangkan namun tetap menimbulkan stress pada anak yang peka
Sebab-sebab timbulnya autisme reaktif :
- Trauma yang menyebabkan kecemasan anak diatas. Setelah beberapa waktu yang cukup lama akan menyisakan kelainan, antara lain tidak bisa membaca (dyslexia), tidak bisa bicara (aphasia).
- Autisme yang hiperaktif, menurut para ahli mungkin berkaitan dengan alergi terhadap makanan atau kelainan metabolisme.
C. AUTISME YANG TIMBUL KEMUNDURAN
Kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu
akan sulit memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang
sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan
kelainan jaringan otak yang terjadi sejak lahir.
5. Jenis Terapi
Sangat perlu untuk
dipahami oleh parea orang tua, bahwa terapi harus dimulai sedini mungkin
sebelum usia 5 tahun. Perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada
usia sebelum 5 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada waktu ni
penatalaksanaan terapi akan memberikan hasil yang maksimal, sedangkan
penatalaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lambat. Pada usia
5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun.
Metode yang sangat
dianjurkan untuk diterapkan pada anak autis adalah metode ABA (Applied
Behavior Analysis) dengan disiplin dan intensitas yang tinggi lebih dahulu,
oleh karena metodde ini menjanjikan sekitar 47% anak autisme murni untuk
kembali menjadi normal. Alasan lain, metode ABA
ini dipilih karena pertama metode ini sangat terstruktur, sehingga dengan mudah
dapat diajarklan kepada para terapis. Kedua, metode ABA
telah mempunyai cara penilaian keberhasilan anak dalam menguasai materi yang baku
dan mudah dilaksanakan.
a. Terapi Perilaku
Berbagai jenis terapi perilaku telah dikembangkan
untuk mendidik anak dengan kebutuhan khusus termasuk autisma, terapi ini dapat
mengurangi perilaku yang tidak lazim dan mengganti dengan perilaku yang bisa
diterima masyarakat. Terapi perilaku ini sangat penting untuk membantu anak
untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat sehingga seluruh keluarga
dan guru harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi anak autisma ini.
Terapi perilaku terdiri dari terapi okupasi, terapi wicara, dan menghilangkan
perilaku yang asosial.
1. Terapi Okupasi
Anak autisma mempunyai perkembangan motorik
yang kurang baik, gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Pemberian bantuan
terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
keterampilan ototnya.
2.
Terapi Wicara
Semua penyandang autisma mempunyai
keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa, maka speech therapy merupakan
suatu keharusan. Pelaksanaan dari terapi ini dengan metode ABA.
Penerapannya berbeda dengan pada anak lain. Terapis harus memiliki pengetahuan
yang cukup mendalam tentang gejala dan gangguan bicara yang khas bagi
penyandang autisma. Mereka juga harus memahami langkah-langkah metode Lovaas
sebagai kunci masuk bagi materi yang akan diajarkan. Maka penting sekali terapi
wicara ini digabungkan dengan metode Lovaas agar hasilnya terlihat nyata.
3.
Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
Untuk menghilangkan perilaku yang
asosial perlu dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan
pengenalan konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah
itu anak dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan tata krama, dsb. Yang
perlu diperhatikan bahwa anak jangan dibiarkan sendirian, tetapi harus selalu
ditemani secara interaktif, dan diisi dengan kegiatan yang bersangkutan seperti
akademik, bina diri, ketrampilan motorik, sosialisasi, dsb.
b. Terapi Biomedik (obat,
vitamin, mineral, food supplements)
Obat-obatan juga dipakai terutama untuk penyandang
autisma, tetapi sifatnya sangat individual dan perlu hati-hati, sebaiknya
dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter spesialis jiwa anak. Obat atau
vitamin yang diberikan pada anak autis harus diberikan secara sangat hati-hati,
baik jenis ataupun dosisnya karena obat dan vitamin tersebut dapat memberikan
efek yang tidak dikehendaki.
Adapun jenis obat, food supplement dan vitamin yang
sering dipakai saat ini untuk anak autisma adalah Risperidone (Risperdal),
Ritalin, Baloperidol, Pyridoksin (vit B6), DMG (vit B15), TMG, magnesium,
omega-3 dan omega-6, dsb. Sebaiknya obat dan vitamin diberikan kepada
penyandang autisma dengan tujuan efek yang sudah diketahui, tetapi jangan
sekali-kali memberikan obat/ vitamin secara ikut-ikutan karena anak lain
mendapat manfaat yang baik, tapi tidak untuk anak lain, karena dosis maupun
khasiat obat terhadap anak autisma bersifat sangat individual.
c. Sosialisasi ke Sekolah
Reguler
Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah “normal”. Namun
perilaku terapinya jangan ditinggalkan karena sangat besar kemungkinan terjadi
regresi yaitu kemunduran perilaku kembali. Oleh karena itu anak harus
“dibayangi” terus oleh shadower atau
helper. Keuntungannya yaitu disekolah normal, anak ini dapat dilatih untuk
kemampuan komunikasi dan sosialisasi dengan anak sebayanya.
d. Sekolah (Pendidikan)
Khusus
Didalam pendidikan khusus ini biasanya telah diramu
terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi, dan bila perlu dapat
ditambah dengan terapi obat-obatn, vitamin, dan nutrisi yang memadai. Ramuan
tersebut merupakan kelompok-kelompok materi dan aktivitas yang diberikan dengan
metode Lovaas. Di Agca Center, kelompok-kelompok materi itu disusun dalam 3
tingkatan yaitu tingkat dasar, intermediate, dan advanced.
Kalau di pendidikan normal seorang guru dapat
menangani beberapa anak sekaligus, tetapi dalam pendidikan khusus biasanya
seorang terapis hanya mampu menangani seorang anak pada saat yang sama
(one-one-one). Bahklan tidak jarang untuk para anak autisma perlu ditangani
oleh 2 terapis sekaligus, dimana yang satu berperan sebagai terapis dan yang
lain sebagai co-terapis yang tugasnya memberikan prompt pada anak.
Perlu diperhatikan bahwa jenis gangguan perilaku ini
hanya efektif bila gejala autisma tidak disertai penyakit lain, seperti
keracunan logam berat, pemakaian zat aditif berlebihan, sulit mencerna casein
dan gluten, dsb, jika memang ditemukan penyulit-penyulit diatas maka tiap
penyulit harus ditangani sampai tuntas, dengan demikian maka terapi perilaku
yang ditatalaksanakan dengan baik akan memberikan hasil yang optimal.
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya autisme bukanlah merupakan gejala
penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitarnya
sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Anak autisme
berarti anak yang kurang bisa bergaul atau kurang bisa mengimbangi anak
sebayanya, tetapi tidak sampai seperti anak down syndrome yang idiot atau anak
yang gerakan ototnya kaku, pada anak dengan kelainan jaringan otak . adapun
penyebab dari autisme sendiri belum diketahui secara pasti hanya diperkirakan
mungkin adanya kelainan dari system saraf (neurology) dalam berbagai derajat
berat, ringannya penyakit. Seadangkan para ahli berpendapat bahwa autisme
diakibatkan terjadinya kelainan fungsi luhur didaerah otak. Kelainan fungsi ini
bisa disebabkan berbagai macam trauma. Selain itu factor genetic diperkirakan
menjadi penyebab utama dari kelainan-kalainan autisme walaupun bukti-bukti yang
konkrit masih sulit diketemukan.
Secara umum gejala yang hamir selalu ditemukan pada
autisme antara lain mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat,
sangat kurang menggunakan bahasa, sangat lemah kemampuan berkomunikasi, sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, setiap perubahan bagi anak autis selalu
dirasakan buruk, meskipun perubahan tersebut menuju pada kebaikan, memperlihatkan
gerakan-gerakan tubuh yang aneh dan sebagian kecil anak autisme menunjukkan
masalah perilaku yang sangat menyimpang. Autisme dikelompokkan menjadi 3
kelompok antara lain autisme persepsi, autisme reaktif, dan autisme yang timbul
kemudian. Adapun jenis terapi yang digunakan untuk anak autisme adalah terapi
perilaku, terapi biomedik (obat, vitamin, mineral, food supplements),
sosialisasi kesekolah reguler, dan sekolah (pendidikan) khusus.
Saran
Bagi para orang tua yang memiliki anak autisme sebaiknya
memilih metode dan jenis terapi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anaknya.
Sedangkan bagi orang tua yang memiliki anak kecil disarankan untuk lebih
sensitive terhadap perubahan perilaku dan keterlambatan perkembangan anaknya.
Untuk masyarakat jangan menganggap aneh atau mengucilkan anak autisme karena
anak autisme memiliki kebutuhab khusus dan perhatian yang lebih dari
lingkungannya. Bagi para ahli supaya mencari penyebab pasti dari autis agar
para orang tua tidak terlalu menyalahkan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, M. 2002. Langkah
Awal Menanggulangi Autisme. Jakarta:
Majalah Nirmala.
Handoyo, Y. 2003. Autisma.
Jakarta: PT. Buana Ilmu.
Yatim,
F. 2002. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa pada Anak Anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.