Kamis, 26 Januari 2012

ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS (AUTISME)

Anak autis merupakan anak dengan “special needs” atau anak dengan kebutuhan khusus. Anak autis merupakan anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Gejala yang tampak pada anak autis yaitu tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak bisa terhadap rangsangan sekitarnya, sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi sedini mungkin maka proses belajar anak-anak tersebut juga terhambat, seperti intelegensi, emosi, dan perilaku sosialnya tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi sedini mungkin bagi anak-anak ini.
Pada periode ini prevalensi anak dengan hambatan perkembangan perilaku autis ini telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan. Sejak tahun 1950, para professional di Amerika, Inggris, dan Eropa Barat sudah mulai peduli dengan autisme. Frekuensi kejadian autisme di Pensylvania, Amerika Selatan dalam lima tahun terakhir meningkat sebesar 500% menjadi 40 dari 10.000 kelahiran. Sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian untuk hal ini, akan tetapi factor-faktor penyebab dari hambatan perkembangan perilaku anak ini lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Amerika Serikat. Maka dapat diperkirakan jumlah anak dengan kelainan ini jauh lebih banyak daripada di Amerika Serikat.
Autisme tidak hanya dialami oleh anak-anak yang berasal dari kalangan tertentu saja, tetapi autisme menimpa seluruh bangsa, ras, serta seluruh tingkatan sosial, hanya saja anak autis lebih sering terdapat pada anak laki-laki daripada anak perempuan, bisa sampai 3-4 kali dibandingkan dengan anak perempuan, mungkin ada hubungan genetic. Sebagian besar penderita autisme biasanya mengalami gangguan berbahasa.

PEMBAHASAN

1.Pengertian
Autis adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku yang terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio ekonomi mapan maupun kurang, anak atau dewasa dari semua etnis hanya lebih banyak pada laki-laki, bisa sampai 3-4 kali dibanding perempuan. Kanner memakai istilah “autisme” yang artinya hidup dalam dunianya sendiri. Leo Kanner juga mengemukakan pendapatnya tentang autis, bahwa autisme menurutnya adalah gangguan metabolisme pada anak-anak yang telah dibawanya sejak lahir (inborn error of metabolism), gangguan metabolisme itulah yang menyebabkan anak-anak tersebut tidak bisa bersosialisasi. Pada dasarnya autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitarnya sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri.
Anak autisme berarti anak yang kurang bisa bergaul atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya, tetapi tidak sampai seperti anak Down Syndrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya kaku pada anak dengan kelainan jaringan otak. Anak autisme kebanyakan mempunyai intelegensi yang rendah. Namun demikian 20% dari anak autisme masih mempunyai IQ > 70. Kemampuan khusus seperti membaca, berhitung, menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang banyak liku-likunya kurang.
2. Penyebab
Adapun penyebab dari autisme itu sendiri belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan mungkin adanya kelainan dari system saraf/ neurologi dalam berbagai derajat berat ringannya penyakit. Melalui berbagai perdebatan oleh para ahli mengenai penyebab autisme maka diperoleh konsensus/ kesepakatan bersama bahwa para ahli mengakui autisme diakibatkan terjadi kelainan fungsi luhur di daerah otak. Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma, seperti :
  • Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dll.
  • Kejadian segera setelah lahir )perinatal) seperti kekurangan oksigen (anoksia).
  • Keadaan selama kehamilan seperti pembentukan otak yang kecil, misalnya vermis otak  kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan jaringan otak (tuber sclerosis).
  • Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison (karena infeksi tuberkolosa dimana terjadi bertambahnya pigmen tubuh dankemunduran mental).
  • Mungkin karena kelainan kromosom seperti pada Syndrome Chromosoma X yang fragil, seperti yang diberitakan belakangan ini tinggi insidennya di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sindroma Chromosom XYY.
  • Faktor genetic diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit diketemukan.
  • Masih ada suatu kelainan yang disebut sebagai Sensory Interpretation Errors yang juga menyebabkan terjadinya gejala autisme.
3. Gejala Penyakit
Dari kelainan anatomis dan fungsi dari bagian otak diatas, maka timbullah gejala yang dapat diamati. ICD-10 1993 (Intenational Classification of Disease) dari WHO dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 dari grup psikiatri Amerika menetapkan kriteria yang sama untuk autisma anak, dengan mempelajari DSM-IV ini, para orang tua pun bisa mendiagnosis anaknya sendiri apakah anak tersebut termasuk penyandang autisma atau bukan, meskipun tanpa berkonsultasi ke dokter spesialis jiwa anak.
Berikut ini criteria DSM-IV untuk Autisma Masa Anak :
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3) .
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbak balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala dibawah ini :
a.       Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata  sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.
b.      Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
c.       Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d.      Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
      (2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini :
a.       Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
b.      Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c.       Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d.      Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan  kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini :
a.       Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
b.      Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau yang tak ada gunanya.
c.       Ada gerakan-geraklan yang aneh yang khas dan diulang-ulang.
d.      Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang :
  1. interaksi sosial
  2. bicara dan berbahasa
  3. cara bermain yang kurang variatif
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.
Gejala diatas dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami perkembangan perilaku yang normal. Namun ada juga anak yang sejak lahir tampak normal dan baru pada usia sekitar 2 tahun terjadi hambatan perkembangan pada perilakunya dan bahkan kemudian terjadi kemunduran (regresi).
Kelainan perilaku yang hampir selalu ditemukan pada autisme, antara lain :
  • Mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat
  • Sangat kurang menggunakan bahasa
  • Sangat lemah kemampuan berkomunikasi
  • Kelainan lainnya
-         sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Anak akan bereaksi secara emosional  kadang bereaksi kasar meskipun hanya terjadi sedikit perubahan dari kehidupan rutin, seperti warna baju, kursi, atau naik kendaraan yang tidak biasa.
-         Setiap perubahan bagi anak autisme selalu dirasakan buruk, meskipun perubahan tersebut menuju pada kebaikan.
-         Memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang aneh, misalnya berjalan jinjit, bertepuk tangan terus, bergerak ke depan dan kebelakang selagi duduk.
-         Sebagian kecil anak autisme menunjukkan masalah perilaku yang sangat menyimpang, seperti melukai diri sendiri, membentur-benturkan kepala, menggigit, terkadang ada yang menyerang temannya.
Pencetus timbulnya kelainan perilaku tersebut bisa saja hanya karena merasa kecewa atau marah, bosan, takut, cemas atau hanya karena perubahan lingkungan kesehariannya yang rutin.
Kesulitan diagnosis terjadi bila selain autisme, anak masih menderita gangguan lain seperti hiperaktivitas, epilepsy, retardasi mental, sindroma down, dll, seringkali perhatian tertuju pada gangguan penyerta, sehingga gangguan autismenya sendiri luput terdiagnosis.
Untuk deteksi dini bagi para orang tua, waspadalah terhadap gejala-gejala berikut :
1. anak usia 30 bulan belum bisa bicara untuk berkomunikasi
2. hiperaktif dan cuek pada orang tua dan orang lain
3. tidak bisa main dengan teman sebayanya
4. ada perilaku aneh yang diulang-ulang
4. Pengelompokan Autisme
Autisme dikelompokkan menjadi 3 kelompok, antara lain sebagai berikut :
A. AUTISME PERSEPSI
Autisme persepsi dianggap sebagai autisme asli dan disebut juga autisme internal (endogenous) karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.
Gejala yang dapat diamati :
·        Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme dan reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan masalah.
·        Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan. Orang tua tidak ingin peduli terhadap kebingungan dan kesengsaraan anaknya. Kebingungan anaknya perlahan berubah menjadi kekecewaan, lama-kelamaan rangsangan ditolak atau anak bersikap masa bodoh.
·        Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya, mulai mencari pertolongan.
·        Pada saat begini, si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang memiliki kepekaan naluri keibuan. Si bapak tidak menyadari hal tersebut malah memperberat kebingungan si anak dan memperbesar kekhilafan yang telah diperbuat.
Kiranya keluarga menyadari bahwa autisme dan beberapa kelainan terjadi akibat pengaruh dalam keluarga disertai pengaruh lingkungan.
B. AUTISME REAKTIF
Pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.
Gejala yang dapat diamati antara lain :
·        Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak usia lebih besar (6-7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis. Namun demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu pertama.
·        Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma fusik atau psikis, tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
·        Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini sehingga mempengaruhi perkembangan normal kemudian harinya.
Beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin merupakan factor-faktor pada kejadian autisme  reaktif ini :
  1. Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada masa kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang menimbulkan trauma psikis tersebut.
  2. Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpangan memory diawal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.
  3. Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpangan memory akan berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena itu, meskipun anak memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara dan berbahasanya sudah mulai terganggu. Ini yang membuat orang tua si anak menjadi khawatir.
Beberapa contoh masalah yang menimbulkan trauma kecemasan pada anak :
  1. terlalu cepat berpisah dengan ibu diawal masa kanak-kanak
  2. anak lahir kembali
  3. orang tua/ kerabat dekat meninggal dunia
  4. sakit berat sampai dirawat di rumah sakit
  5. pindah rumah atau sekolah
  6. bepergian jauh sewaktu libur, yang pada awalnya menyenangkan namun tetap menimbulkan stress pada anak yang peka
Sebab-sebab timbulnya autisme reaktif :
  • Trauma yang menyebabkan kecemasan anak diatas. Setelah beberapa waktu yang cukup lama akan menyisakan kelainan, antara lain tidak bisa membaca (dyslexia), tidak bisa bicara (aphasia).
  • Autisme yang hiperaktif, menurut para ahli mungkin berkaitan dengan alergi terhadap makanan atau kelainan metabolisme.
C. AUTISME YANG TIMBUL KEMUNDURAN
Kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan kelainan jaringan otak yang terjadi sejak lahir.
5. Jenis Terapi
Sangat perlu untuk dipahami oleh parea orang tua, bahwa terapi harus dimulai sedini mungkin sebelum usia 5 tahun. Perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia sebelum 5 tahun. Puncaknya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada waktu ni penatalaksanaan terapi akan memberikan hasil yang maksimal, sedangkan penatalaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun.
Metode yang sangat dianjurkan untuk diterapkan pada anak autis adalah metode ABA (Applied Behavior Analysis) dengan disiplin dan intensitas yang tinggi lebih dahulu, oleh karena metodde ini menjanjikan sekitar 47% anak autisme murni untuk kembali menjadi normal. Alasan lain, metode ABA ini dipilih karena pertama metode ini sangat terstruktur, sehingga dengan mudah dapat diajarklan kepada para terapis. Kedua, metode ABA telah mempunyai cara penilaian keberhasilan anak dalam menguasai materi yang baku dan mudah dilaksanakan.
a. Terapi Perilaku
Berbagai jenis terapi perilaku telah dikembangkan untuk mendidik anak dengan kebutuhan khusus termasuk autisma, terapi ini dapat mengurangi perilaku yang tidak lazim dan mengganti dengan perilaku yang bisa diterima masyarakat. Terapi perilaku ini sangat penting untuk membantu anak untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat sehingga seluruh keluarga dan guru harus bersikap sama dan konsisten dalam menghadapi anak autisma ini. Terapi perilaku terdiri dari terapi okupasi, terapi wicara, dan menghilangkan perilaku yang asosial.
1. Terapi Okupasi
    Anak autisma mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik, gerak-geriknya kasar dan kurang luwes. Pemberian bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya.
2. Terapi Wicara
    Semua penyandang autisma mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa, maka speech therapy merupakan suatu keharusan. Pelaksanaan dari terapi ini dengan metode ABA. Penerapannya berbeda dengan pada anak lain. Terapis harus memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang gejala dan gangguan bicara yang khas bagi penyandang autisma. Mereka juga harus memahami langkah-langkah metode Lovaas sebagai kunci masuk bagi materi yang akan diajarkan. Maka penting sekali terapi wicara ini digabungkan dengan metode Lovaas agar hasilnya terlihat nyata.
3. Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
    Untuk menghilangkan perilaku yang asosial perlu dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan pengenalan konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu anak dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan tata krama, dsb. Yang perlu diperhatikan bahwa anak jangan dibiarkan sendirian, tetapi harus selalu ditemani secara interaktif, dan diisi dengan kegiatan yang bersangkutan seperti akademik, bina diri, ketrampilan motorik, sosialisasi, dsb.
b. Terapi Biomedik (obat, vitamin, mineral, food supplements)
Obat-obatan juga dipakai terutama untuk penyandang autisma, tetapi sifatnya sangat individual dan perlu hati-hati, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter spesialis jiwa anak. Obat atau vitamin yang diberikan pada anak autis harus diberikan secara sangat hati-hati, baik jenis ataupun dosisnya karena obat dan vitamin tersebut dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki.
Adapun jenis obat, food supplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisma adalah Risperidone (Risperdal), Ritalin, Baloperidol, Pyridoksin (vit B6), DMG (vit B15), TMG, magnesium, omega-3 dan omega-6, dsb. Sebaiknya obat dan vitamin diberikan kepada penyandang autisma dengan tujuan efek yang sudah diketahui, tetapi jangan sekali-kali memberikan obat/ vitamin secara ikut-ikutan karena anak lain mendapat manfaat yang baik, tapi tidak untuk anak lain, karena dosis maupun khasiat obat terhadap anak autisma bersifat sangat individual.
c. Sosialisasi ke Sekolah Reguler
Anak autis yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah “normal”. Namun perilaku terapinya jangan ditinggalkan karena sangat besar kemungkinan terjadi regresi yaitu kemunduran perilaku kembali. Oleh karena itu anak harus “dibayangi”  terus oleh shadower atau helper. Keuntungannya yaitu disekolah normal, anak ini dapat dilatih untuk kemampuan komunikasi dan sosialisasi dengan anak sebayanya.
d. Sekolah (Pendidikan) Khusus
Didalam pendidikan khusus ini biasanya telah diramu terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi, dan bila perlu dapat ditambah dengan terapi obat-obatn, vitamin, dan nutrisi yang memadai. Ramuan tersebut merupakan kelompok-kelompok materi dan aktivitas yang diberikan dengan metode Lovaas. Di Agca Center, kelompok-kelompok materi itu disusun dalam 3 tingkatan yaitu tingkat dasar, intermediate, dan advanced.
Kalau di pendidikan normal seorang guru dapat menangani beberapa anak sekaligus, tetapi dalam pendidikan khusus biasanya seorang terapis hanya mampu menangani seorang anak pada saat yang sama (one-one-one). Bahklan tidak jarang untuk para anak autisma perlu ditangani oleh 2 terapis sekaligus, dimana yang satu berperan sebagai terapis dan yang lain sebagai co-terapis yang tugasnya memberikan prompt pada anak.
Perlu diperhatikan bahwa jenis gangguan perilaku ini hanya efektif bila gejala autisma tidak disertai penyakit lain, seperti keracunan logam berat, pemakaian zat aditif berlebihan, sulit mencerna casein dan gluten, dsb, jika memang ditemukan penyulit-penyulit diatas maka tiap penyulit harus ditangani sampai tuntas, dengan demikian maka terapi perilaku yang ditatalaksanakan dengan baik akan memberikan hasil yang optimal.
PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya autisme bukanlah merupakan gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitarnya sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Anak autisme berarti anak yang kurang bisa bergaul atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya, tetapi tidak sampai seperti anak down syndrome yang idiot atau anak yang gerakan ototnya kaku, pada anak dengan kelainan jaringan otak . adapun penyebab dari autisme sendiri belum diketahui secara pasti hanya diperkirakan mungkin adanya kelainan dari system saraf (neurology) dalam berbagai derajat berat, ringannya penyakit. Seadangkan para ahli berpendapat bahwa autisme diakibatkan terjadinya kelainan fungsi luhur didaerah otak. Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma. Selain itu factor genetic diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan-kalainan autisme walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit diketemukan.
Secara umum gejala yang hamir selalu ditemukan pada autisme antara lain mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat, sangat kurang menggunakan bahasa, sangat lemah kemampuan berkomunikasi, sangat peka terhadap perubahan lingkungan, setiap perubahan bagi anak autis selalu dirasakan buruk, meskipun perubahan tersebut menuju pada kebaikan, memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang aneh dan sebagian kecil anak autisme menunjukkan masalah perilaku yang sangat menyimpang. Autisme dikelompokkan menjadi 3 kelompok antara lain autisme persepsi, autisme reaktif, dan autisme yang timbul kemudian. Adapun jenis terapi yang digunakan untuk anak autisme adalah terapi perilaku, terapi biomedik (obat, vitamin, mineral, food supplements), sosialisasi kesekolah reguler, dan sekolah (pendidikan) khusus.
Saran
Bagi para orang tua yang memiliki anak autisme sebaiknya memilih metode dan jenis terapi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anaknya. Sedangkan bagi orang tua yang memiliki anak kecil disarankan untuk lebih sensitive terhadap perubahan perilaku dan keterlambatan perkembangan anaknya. Untuk masyarakat jangan menganggap aneh atau mengucilkan anak autisme karena anak autisme memiliki kebutuhab khusus dan perhatian yang lebih dari lingkungannya. Bagi para ahli supaya mencari penyebab pasti dari autis agar para orang tua tidak terlalu menyalahkan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, M. 2002. Langkah Awal Menanggulangi Autisme. Jakarta: Majalah Nirmala.
Handoyo, Y. 2003. Autisma. Jakarta: PT. Buana Ilmu.
Yatim, F. 2002. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa pada Anak Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.